Ukir Jepara: Warisan Abad ke-15 Menuju Pengakuan UNESCO
Ukir Jepara: Warisan Abad ke-15 Menuju Pengakuan UNESCO
Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, dikenal luas sebagai Kota Ukir. Gelar tersebut bukanlah semata predikat, melainkan cerminan sejarah panjang seni ukir yang telah mengakar kuat di daerah ini sejak abad ke-15. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam sambutannya pada Malam Penganugerahan Jepara International Furniture Buyer Weeks (JIF-BW) 2025 di Pendapa Kartini, Rabu (12/3/2025). Bukti nyata eksistensi seni ukir Jepara sejak era tersebut dapat dilihat dari ukiran-ukiran yang masih terlestarikan hingga kini, salah satunya pada Makam Sultan Hadlirin di Mantingan. Lebih lanjut, Lestari Moerdijat menyinggung perkembangan seni ukir Jepara yang telah memiliki sekolah khusus sejak tahun 1928-1930. Bahkan, beliau menuturkan bahwa sosok R.A. Kartini telah memiliki visi jauh ke depan dengan berupaya meningkatkan nilai seni ukir melalui penerapannya pada furnitur dan pengembangan jaringan perdagangan internasional.
Bupati Jepara, Witiarso Utomo, turut menekankan pentingnya seni ukir sebagai identitas dan kebanggaan Jepara. Seni ukir, menurutnya, bukan hanya warisan budaya, tetapi juga tulang punggung industri kreatif daerah. Keahlian para perajin Jepara telah menghasilkan karya seni berkualitas tinggi yang diakui dunia. Oleh karena itu, Bupati Witiarso Utomo berharap seni ukir Jepara tetap menjadi simbol kreativitas dan keunggulan Jepara di kancah internasional. Dukungan terhadap pelestarian dan pengembangan seni ukir ini sejalan dengan upaya Lestari Moerdijat yang telah melakukan komunikasi dengan pihak UNESCO terkait persyaratan penetapan ukir Jepara sebagai warisan budaya tak benda. Upaya ini menunjukkan komitmen bersama untuk mengangkat seni ukir Jepara ke panggung dunia.
Namun, perjalanan menuju pengakuan UNESCO bukanlah tanpa tantangan. Lestari Moerdijat mengakui adanya kendala, salah satunya klaim keberadaan kerajinan ukir serupa di daerah lain, seperti Bali. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan dokumen pendukung yang kuat untuk membuktikan keunikan dan kekhasan seni ukir Jepara agar dapat berdiri sendiri dan berbeda dari seni ukir daerah lain. Dokumen tersebut harus mampu menunjukkan identitas dan kekhasan yang membedakannya dari seni ukir di daerah lain, seperti Bali. Hal ini memerlukan riset mendalam untuk mendokumentasikan sejarah, teknik, dan filosofi seni ukir Jepara secara komprehensif.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian dan promosi, JIF-BW 2025 turut menyelenggarakan “carving contest”. Sebanyak 99 peserta berpartisipasi dalam kompetisi ini, dengan 13 di antaranya dinobatkan sebagai juara. Para juara kategori “Wood Carving” dan “Computer Numerical Control (CNC) Carving” menerima penghargaan yang diserahkan langsung oleh Lestari Moerdijat dan Bupati Jepara, Witiarso Utomo, bersama jajaran Forkopimda Jepara. Kompetisi ini diharapkan dapat menjadi wadah apresiasi dan motivasi bagi para perajin muda untuk terus berinovasi dan melestarikan warisan budaya bangsa.
Keberhasilan Jepara dalam mengangkat seni ukirnya ke tingkat internasional membutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah, perajin, dan berbagai pihak terkait. Dukungan terhadap dokumentasi, pelatihan, dan promosi yang berkelanjutan sangat krusial untuk menjaga kelangsungan dan keunikan seni ukir Jepara, serta mewujudkan impian menjadikan seni ukir Jepara sebagai warisan budaya tak benda UNESCO.