MAKI Desak Usut Tuntas Kasus Pagar Laut Tangerang: Denda Rp 48 Miliar Tak Cukup, Dugaan Keterlibatan Pihak Lain Perlu Diungkap

MAKI Desak Usut Tuntas Kasus Pagar Laut Tangerang: Denda Rp 48 Miliar Tak Cukup, Dugaan Keterlibatan Pihak Lain Perlu Diungkap

Kasus pembangunan pagar laut di Kabupaten Tangerang yang telah menjerat Kepala Desa Kohod, Arsin, dan perangkat desanya dengan denda administratif sebesar Rp 48 miliar, dinilai oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Boyamin Saiman, belum sepenuhnya tuntas. Boyamin mendesak agar proses hukum pidana dilanjutkan untuk mengungkap aktor intelektual di balik proyek kontroversial tersebut. Menurutnya, denda administratif yang dijatuhkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan ini, dan justru mengabaikan potensi pelanggaran hukum pidana yang jauh lebih serius.

"Denda Rp 48 miliar itu hanya bagian kecil dari masalah yang lebih besar," tegas Boyamin dalam wawancara telepon dengan awak media, Senin (3/3/2025). "Kita harus menelusuri aliran dana dan mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk perusahaan yang diduga kuat mendanai pembangunan pagar laut tersebut. Ini bukan sekadar masalah administrasi, tetapi potensi korupsi yang harus diusut tuntas." Boyamin menyoroti kejanggalan terkait biaya pembangunan pagar laut yang diperkirakan mencapai minimal Rp 10 miliar. Angka tersebut, menurutnya, mustahil ditanggung oleh seorang kepala desa dan perangkat desanya saja. Hal ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa sertifikat lahan atas nama beberapa perusahaan, indikasi kuat adanya pihak-pihak lain yang terlibat.

Lebih lanjut, Boyamin menekankan pentingnya penggunaan Pasal 75 UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam proses penyidikan. Pasal tersebut, menurutnya, relevan untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir. Ia juga menyayangkan sikap KKP yang hanya menjatuhkan sanksi administratif, tanpa melakukan pengusutan lebih lanjut terkait dugaan keterlibatan pihak-pihak lain.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, dalam rapat Komisi IV DPR RI pada Kamis (27/2/2025), menyatakan bahwa KKP telah berkoordinasi dengan pihak Kepolisian untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Meskipun KKP telah menjatuhkan sanksi administratif kepada Kades Kohod dan perangkat desanya, koordinasi dengan kepolisian tersebut menunjukkan adanya pengakuan atas potensi pelanggaran hukum pidana yang lebih luas.

Namun, menurut Boyamin, koordinasi tersebut belum cukup. Ia mendesak agar kepolisian segera melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap keterlibatan perusahaan-perusahaan yang namanya tercantum dalam sertifikat lahan. Proses penyidikan, menurutnya, harus fokus pada penelusuran aliran dana dan identifikasi pihak-pihak lain yang terlibat dalam pembangunan pagar laut ilegal tersebut.

Boyamin menyimpulkan, kasus ini bukan hanya tentang sanksi administratif terhadap Kades Kohod dan perangkatnya, melainkan tentang mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas. Proses hukum yang lebih komprehensif dan melibatkan aparat penegak hukum lainnya sangat diperlukan untuk menjamin keadilan dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Investigasi yang menyeluruh dan transparan diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dan menjerat semua pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran hukum ini.

*Poin-poin penting dalam kasus ini: * Denda administratif Rp 48 miliar dinilai tidak cukup. * Dugaan kuat keterlibatan perusahaan dalam pendanaan proyek. * Pasal 75 UU No. 1 Tahun 2014 relevan untuk kasus ini. * Pentingnya investigasi mendalam untuk mengungkap aliran dana dan pihak-pihak lain yang terlibat. * Koordinasi antara KKP dan kepolisian perlu lebih ditingkatkan dan dimaksimalkan untuk mengungkap kasus secara tuntas.