Perselisihan Pendapat Soal Pembongkaran Bangunan Liar di Bekasi Berujung Kesepakatan
Perselisihan Pendapat Soal Pembongkaran Bangunan Liar di Bekasi Berujung Kesepakatan
Pada Jumat, 14 Maret 2025, terjadi perselisihan pendapat antara Kepala Desa (Kades) Srijaya, Canih Hermansyah, dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait pembongkaran bangunan liar di bantaran Kali Sepak, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Pembongkaran yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat ini menuai kritik dari Kades Canih. Ia mempertanyakan prosedur yang dianggapnya tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP), karena kekurangan sosialisasi dan surat teguran kepada warga sebelum pelaksanaan pembongkaran. Kades Canih bahkan melontarkan kritik pedas, menyebut tindakan Gubernur Dedi Mulyadi otoriter dan menyamakannya dengan praktik penjajahan karena warga dipaksa meninggalkan bangunan mereka tanpa pemberitahuan sebelumnya.
"Proses pembongkaran ini tidak sesuai prosedur, seharusnya ada sosialisasi dan surat peringatan terlebih dahulu," ujar Canih Hermansyah dalam pernyataan di lokasi kejadian. Ia menekankan pentingnya menjalankan SOP sesuai aturan yang berlaku dalam negara hukum. Meskipun demikian, Canih menegaskan dukungannya terhadap pembangunan daerah, namun ia menilai metode yang diterapkan dalam pembongkaran ini tidak tepat dan kurang memperhatikan aspek kemanusiaan serta kesejahteraan warga. Ia menekankan ketidaksetujuannya dengan cara-cara yang dinilai menyerupai masa penjajahan. "Ini negara hukum, bukan negara jajahan," tegasnya.
Namun, situasi berubah drastis setelah Gubernur Dedi Mulyadi, didampingi Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang dan Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa, berdialog langsung dengan warga terdampak. Dalam dialog tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menawarkan solusi berupa bantuan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk membangun warung baru bagi warga yang terdampak pembongkaran di lokasi yang lebih layak. Tawaran ini disambut positif oleh warga yang setuju dengan pembongkaran karena tujuan utama yakni mencegah banjir dan mengatasi masalah sampah di Kali Sepak.
Melihat respon positif dari warga, Gubernur Dedi Mulyadi kemudian mencari Kades Canih. Setelah mendengarkan penjelasan dan tawaran bantuan dari Gubernur, sikap Kades Canih pun berubah. Ia menyatakan setuju dengan pembongkaran dengan syarat adanya penggantian atau kompensasi bagi warga terdampak. "Setuju, Pak, asal ada penggantian," kata Canih. Perubahan sikap Kades Canih ini menandai berakhirnya perselisihan dan tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak.
Meskipun demikian, Gubernur Dedi Mulyadi meluruskan bahwa pembongkaran tersebut bukanlah programnya, melainkan inisiatif pemerintah daerah untuk mengatasi masalah banjir dan sampah di wilayah tersebut. Perselisihan yang sempat memanas akhirnya mereda, bahkan diakhiri dengan suasana yang lebih cair dan penuh canda antara Gubernur Dedi Mulyadi dan Kades Canih.
Poin-poin penting dari kejadian ini:
- Prosedur pembongkaran bangunan liar yang dipertanyakan.
- Pernyataan Kades Canih yang mengkritik Gubernur Dedi Mulyadi.
- Tawaran bantuan dari Pemprov Jabar untuk warga terdampak.
- Perubahan sikap Kades Canih setelah dialog dan tawaran bantuan.
- Klarifikasi Gubernur Dedi Mulyadi terkait program pembongkaran.
Kejadian ini menjadi sorotan karena menunjukan bagaimana perbedaan pendapat dapat diselesaikan melalui dialog dan pencarian solusi yang saling menguntungkan. Komunikasi yang efektif dan kompensasi yang adil menjadi kunci dalam mengatasi konflik serupa di masa mendatang.