Dugaan Diskriminasi Hukum dalam Kasus Terdakwa Anggota DPRD Sikka: TPDI NTT Desak Jaksa Agung Bertindak

Dugaan Diskriminasi Hukum dalam Kasus Terdakwa Anggota DPRD Sikka: TPDI NTT Desak Jaksa Agung Bertindak

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) melayangkan kritik tajam terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka terkait perbedaan perlakuan hukum terhadap dua kasus yang tengah ditangani. Kritik ini mencuat menyusul penetapan Yuvinus Solo, anggota DPRD Sikka dari Partai Demokrat, sebagai terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang mengakibatkan kematian seorang warga Sikka, YMK, di Kalimantan Timur pada Maret 2024. Meskipun telah berstatus terdakwa sejak putusan Pengadilan Negeri Maumere pada 9 Desember 2024, Yuvinus hingga kini belum ditahan. Perbedaan perlakuan ini, menurut TPDI, sangat kontras dengan kasus lain yang melibatkan klien mereka, Karolus Kartinus Kotin, yang langsung ditahan setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P-21).

Koordinator TPDI NTT, Meridian Dewanta, menyatakan bahwa kegagalan Kejari Sikka menahan Yuvinus Solo, yang dinilai sebagai bentuk diskriminasi, merupakan pelanggaran prinsip keadilan. Meridian mempertanyakan alasan Kejari Sikka yang berdalih penahanan akan dilakukan setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap. "Perlakuan ini tidak diterapkan pada klien kami, Karolus," tegas Meridian dalam keterangan pers pada Jumat, 14 Maret 2025. Karolus, yang terbukti bersalah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Maumere nomor 37/Pid.Sus/2024/PN Maumere pada 6 Desember 2024 dan diperkuat Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 174/Pid.Sus/2024/PT Kupang pada 23 Januari 2025, dianggap sebagai contoh ketidakadilan yang terjadi. Ia juga menyoroti perbedaan kondisi ekonomi antara Yuvinus dan Karolus, yang dinilai lebih lemah secara ekonomi, sebagai faktor pemicu dugaan diskriminasi.

Lebih lanjut, Meridian menjelaskan bahwa perbedaan perlakuan ini merupakan indikasi kuat adanya praktik diskriminatif dalam penegakan hukum di Sikka. Sebagai bentuk protes atas dugaan tersebut, TPDI NTT berencana melaporkan kasus ini kepada Jaksa Agung, ST Burhanuddin. "Kami berharap Jaksa Agung dapat menindaklanjuti laporan kami dan memastikan penegakan hukum yang adil dan tidak diskriminatif," imbuhnya.

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejari Sikka, Okky Prastyo Ajie, memberikan klarifikasi bahwa proses hukum kasus Yuvinus Solo masih berjalan. Ia menyatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Maumere pada Jumat, 14 Februari 2025, dan hingga saat ini masih menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). Okky menegaskan bahwa penahanan terhadap Yuvinus baru akan dilakukan setelah putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap.

Kasus ini bermula dari laporan istri YMK, salah satu dari 72 warga Sikka yang diberangkatkan ke Kalimantan Timur untuk bekerja di perkebunan sawit. YMK meninggal dunia diduga akibat kelaparan dan penelantaran selama bekerja. Polres Sikka menerima laporan tersebut pada awal April 2024, dan penyidikan mengarah kepada keterlibatan seorang calo yang diduga memiliki hubungan dengan Yuvinus Solo. TPDI NTT mendesak Kejari Sikka untuk bersikap transparan dan memastikan proses hukum berjalan adil bagi semua pihak, tanpa pandang bulu, serta memprioritaskan keadilan bagi korban dan keluarga korban.

-Kronologi singkat kasus TPPO yang mengakibatkan kematian YMK: * Maret 2024: YMK meninggal dunia di Kalimantan Timur. * April 2024: Istri YMK melaporkan kasus ke Polres Sikka. * Desember 2024: Yuvinus Solo ditetapkan sebagai terdakwa. * Februari 2025: JPU mengajukan kasasi. * Maret 2025: TPDI NTT melaporkan dugaan diskriminasi kepada Jaksa Agung.