Nasib Pilu Sunadi, Eks TKI Cacat Akibat Kecelakaan Kerja yang Terpaksa Mengemis di Ponorogo

Nasib Pilu Sunadi, Eks TKI Cacat Akibat Kecelakaan Kerja yang Terpaksa Mengemis di Ponorogo

Kisah pilu Sunadi (48), seorang mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Blitar, menyayat hati. Setelah mengalami kecelakaan kerja parah di Malaysia pada 2015 yang mengakibatkan cacat permanen pada kakinya, ia terpaksa hidup mengemis di perempatan jalan Ponorogo. Ironisnya, meskipun telah beberapa kali terjaring razia Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Ponorogo, Sunadi tetap memilih mengemis untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarganya.

Saat ditemui di Rumah Singgah Dinas Sosial Ponorogo pada Rabu (14/03/2025), kondisi Sunadi memprihatinkan. Ia berjalan dengan tertatih, salah satu tangannya menyangga kaki kanan yang mengecil dan mati rasa akibat kecelakaan tersebut. Kecelakaan itu terjadi saat ia bekerja sebagai tukang cat borongan di Malaysia, setelah sebelumnya bekerja sebagai tukang pasang keramik. Sunadi mengaku nekat bekerja secara ilegal setelah kabur dari tempat kerjanya yang resmi di Kuala Lumpur pada 2014. "Saat saya kerja di lantai 3, saya jatuh karena sabuk pengaman hanya saya pakai untuk gaya-gayaan saja," ujarnya mengenang kecelakaan yang mengubah hidupnya secara drastis. Akibat kecelakaan itu, Sunadi mengalami pengecilan pada kedua kakinya dan mati rasa di kaki kanannya. Proses pemulihannya pun sangat berat, ia bahkan sempat kehilangan kontak dengan keluarganya dan dianggap telah meninggal dunia oleh pihak Disnaker.

Setelah beberapa waktu pemulihan, Sunadi mencoba berbagai usaha untuk bangkit dari keterpurukan. Ia mencoba berbisnis rental sepeda motor, namun usahanya tersebut mengalami kebangkrutan. Ia kemudian beralih ke usaha ternak kambing, namun usahanya kembali menemui kegagalan. Kegagalan demi kegagalan ini akhirnya memaksanya untuk mengemis di perempatan jalan Ponorogo sebagai satu-satunya cara untuk bertahan hidup dan mengirimkan uang kepada anak dan istrinya di Blitar. Saat diamankan petugas Dinsos, Sunadi membawa uang tunai sekitar Rp 400.000 dan empat buah ponsel yang sebagian adalah milik teman-temannya dan sebagian lagi miliknya sendiri.

Meskipun telah mendapatkan pembinaan selama tiga hari di Rumah Singgah Dinsos, Sunadi mengaku akan kembali mengemis. "Orang di sini lebih dermawan, sering memberi meskipun hanya Rp 500. Sehari saya bisa dapat Rp 90.000. Mungkin saya akan mencari tempat yang lebih jauh dari jangkauan petugas," tuturnya dengan nada pasrah. Ia mengungkapkan kesedihannya karena harus hidup dalam kondisi seperti ini, apalagi anaknya akan menikah setelah Lebaran. Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Ponorogo, Supriadi, menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya mencari solusi terbaik untuk menangani permasalahan pengemis dari luar kota. Ia menegaskan bahwa kegiatan mengemis di perempatan jalan merupakan tindakan ilegal dan melanggar peraturan. Supriadi juga mengimbau masyarakat untuk tidak memberikan uang secara langsung kepada pengemis dan lebih baik menyalurkan sedekah melalui lembaga zakat resmi.

Situasi ini menyoroti pentingnya perlindungan bagi TKI dan perlunya program pemulihan yang komprehensif bagi mereka yang mengalami kecelakaan kerja di luar negeri. Selain itu, dibutuhkan juga solusi yang lebih efektif dalam mengatasi masalah pengemis, termasuk memberikan pelatihan keterampilan dan peluang usaha bagi mereka yang terpaksa hidup mengemis karena keterbatasan ekonomi dan kondisi fisik.