Kasus Pelecehan Seksual Mantan Kapolres Ngada: Tuntutan Hukuman Berlapis untuk AKBP Fajar
Kasus Pelecehan Seksual Mantan Kapolres Ngada: Tuntutan Hukuman Berlapis untuk AKBP Fajar
Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, telah menimbulkan gelombang kemarahan publik dan tuntutan hukum yang tegas. Menteri HAM, Natalius Pigai, dengan tegas menyerukan penerapan sanksi berlapis terhadap mantan perwira polisi tersebut. Pernyataan Pigai ini disampaikan saat sesi tanya jawab dengan mahasiswa di Universitas Nommensen, Medan, pada Jumat (14/3/2025). Ia menekankan perlunya akuntabilitas dan keadilan bagi korban, serta penegakan hukum yang tidak pandang bulu, sekalipun pelaku berasal dari institusi penegak hukum.
Pigai secara eksplisit mendesak tiga bentuk sanksi diterapkan secara simultan, meskipun pelaksanaan masing-masing sanksi akan memiliki tahapan dan proses yang berbeda. Pertama, pencopotan AKBP Fajar dari jabatannya sebagai anggota Polri. Langkah ini, menurut Pigai, merupakan langkah awal yang krusial untuk menghentikan potensi dampak negatif lebih lanjut dari tindakan tercela yang telah dilakukannya. Kedua, proses peradilan pidana umum harus berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Tindakan asusila yang dilakukan AKBP Fajar, terutama terhadap anak di bawah umur, merupakan pelanggaran serius yang harus dihukum sesuai dengan bobot kejahatannya. Hukuman ini bertujuan memberi efek jera dan keadilan bagi para korban.
Lebih lanjut, Menteri Pigai menekankan pentingnya sanksi etik. Proses etik yang akan dijalani AKBP Fajar merupakan langkah penting untuk membersihkan institusi Polri dari oknum-oknum yang melakukan pelanggaran berat. “Setelah dia dinyatakan bersalah secara hukum, proses kode etik harus segera dilakukan,” tegas Pigai. Sanksi etik ini, jika terbukti bersalah, akan berujung pada pencabutan statusnya sebagai anggota kepolisian. Dengan kata lain, AKBP Fajar terancam Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari korps kepolisian. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum dan membersihkan institusi kepolisian dari anggota yang melakukan pelanggaran berat.
Investigasi terhadap kasus ini telah mengungkap fakta mengejutkan. AKBP Fajar diduga telah melakukan pencabulan terhadap empat korban, tiga di antaranya masih di bawah umur. Hal ini memperparah situasi dan memperkuat tuntutan akan hukuman yang setimpal. Proses hukum yang sedang berjalan, baik jalur pidana maupun etik, diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi para korban dan keluarga mereka. Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Proses sidang etik yang akan dijalani AKBP Fajar akan menelisik lebih dalam pelanggaran kode etik Polri yang dilakukannya. Beberapa pasal kode etik Polri yang diduga dilanggar akan menjadi fokus pemeriksaan. Hasil sidang etik ini akan menentukan jenis sanksi etik yang akan dijatuhkan, dengan ancaman terberat berupa PTDH. Publik menantikan proses hukum yang transparan dan akuntabel, serta hukuman yang seberat-beratnya untuk AKBP Fajar sebagai efek jera dan perlindungan bagi masyarakat.
Tindakan yang dilakukan AKBP Fajar merupakan contoh nyata pelanggaran berat dan mencoreng nama baik institusi kepolisian. Kasus ini menuntut evaluasi menyeluruh terkait pengawasan internal dan pencegahan tindakan serupa di masa mendatang.