Mantan Kapolres Ngada Layak Terima Tiga Sanksi Berat: Pencopotan Jabatan, Pidana, dan Pemberhentian Tidak Hormat

Mantan Kapolres Ngada Layak Terima Tiga Sanksi Berat: Pencopotan Jabatan, Pidana, dan Pemberhentian Tidak Hormat

Kasus dugaan penyalahgunaan narkoba dan tindakan asusila yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, telah menimbulkan gelombang protes publik. Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, dengan tegas menyatakan bahwa mantan perwira polisi tersebut pantas menerima tiga sanksi berat secara bersamaan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatannya. Pernyataan ini disampaikan Pigai saat berdialog dengan mahasiswa dalam sebuah kuliah umum di Medan, Jumat (14/3/2025).

Pigai menekankan pentingnya memberikan sanksi yang seberat-beratnya bagi aparat penegak hukum yang melakukan pelanggaran hukum. Ia berpendapat bahwa penerapan sanksi tunggal dalam kasus seperti ini tidaklah cukup. "Biasanya hanya satu hukuman, tetapi ini harus tiga hukuman sekaligus, meskipun waktunya berbeda," tegasnya. Ketiga sanksi tersebut, menurut Pigai, merupakan bentuk keadilan yang komprehensif dan sekaligus sebagai efek jera. Ketiga sanksi tersebut adalah:

  1. Pencopotan dari jabatan: Sanksi ini merupakan hukuman disiplin administrasi yang bersifat segera dan menunjukan bahwa negara tidak menoleransi tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Pencopotan dari jabatan ini menandakan pencabutan kepercayaan dan kewenangan yang sebelumnya dimiliki.
  2. Penjeratan pidana: Tindakan asusila dan penyalahgunaan narkoba merupakan kejahatan serius yang harus diproses secara hukum. Proses peradilan pidana ini penting untuk memberikan rasa keadilan bagi korban dan masyarakat serta memberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
  3. Pemberhentian tidak hormat dari kepolisian: Sanksi ini merupakan konsekuensi logis dari pelanggaran berat yang dilakukan. Pemberhentian tidak hormat dari kepolisian bukan hanya sebagai hukuman, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan bagi institusi Polri agar citra dan kepercayaan publik terhadap kepolisian tidak semakin terkikis.

Langkah tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah menetapkan AKBP Fajar sebagai tersangka dan memastikan proses hukum baik pidana maupun etik berjalan sesuai koridor hukum, mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Sidang etik terhadap AKBP Fajar yang dijadwalkan pada Senin, 17 Maret 2025, diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan transparan. Proses hukum yang transparan dan akuntabel ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada institusi kepolisian dan meminimalisir kejadian serupa di masa mendatang. Pentingnya transparansi dalam proses hukum ini juga ditekankan oleh Brigjen Agus Wijayanto, Karowabprof Divpropam Polri, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Kamis (13/3/2025).

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh anggota Polri untuk senantiasa menjunjung tinggi hukum dan kode etik profesi. Ketegasan dalam menindak anggota yang melanggar hukum merupakan langkah penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Dengan demikian, Polri diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara profesional, proporsional, dan akuntabel dalam rangka menegakkan hukum dan melindungi masyarakat.