Kejaksaan Agung Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Pusat Data Nasional Sementara: Kerugian Negara Mencapai Ratusan Miliar Rupiah

Kejaksaan Agung Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Pusat Data Nasional Sementara: Kerugian Negara Mencapai Ratusan Miliar Rupiah

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) resmi memulai penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Penyidikan ini didasari Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 yang diterbitkan pada 13 Maret 2025 oleh Kepala Kejari Jakpus, Safrianto Zuriat Putra. Dugaan korupsi ini, yang diperkirakan merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah, terkait dengan pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan PDNS sejak tahun 2020 hingga 2024 dengan total pagu anggaran mencapai Rp 958 miliar.

Kasus ini berfokus pada dugaan pengkondisian tender yang dilakukan oleh pejabat Kominfo bersama perusahaan swasta, PT. AL, selama lima tahun berturut-turut. Kasi Intel Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, mengungkapkan adanya indikasi manipulasi dalam proses tender yang memungkinkan PT. AL memenangkan sejumlah proyek secara berulang. Rincian dugaan penyimpangan tersebut meliputi:

  • 2020: PT. AL memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 60.378.450.000 melalui pengkondisian dengan pejabat Kominfo.
  • 2021: PT. AL kembali memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
  • 2022: Pengkondisian dilakukan lagi, dengan menghilangkan persyaratan tertentu agar PT. AL memenangkan tender senilai Rp 188.900.000.000.
  • 2023: PT. AL memenangkan proyek komputasi awan dengan nilai kontrak Rp 350.959.942.158.
  • 2024: PT. AL, bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301, memenangkan tender senilai Rp 256.575.442.952. Kegagalan memenuhi standar keamanan siber ini diduga menyebabkan serangan ransomware pada Juni 2024, yang mengakibatkan gangguan layanan dan kebocoran data pribadi warga Indonesia.

Lebih lanjut, Bani menjelaskan bahwa pelaksanaan proyek PDNS ini dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Peraturan tersebut hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS, dan tidak mencantumkan perlindungan data sesuai standar Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Ketidaksesuaian ini memperparah dampak negatif dari dugaan korupsi tersebut.

Tim penyidik Kejari Jakpus telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan. Penggeledahan tersebut menghasilkan sejumlah barang bukti yang disita, termasuk dokumen, uang, kendaraan, properti, dan barang bukti elektronik. Semua barang bukti ini akan dianalisis lebih lanjut untuk mendukung proses penyidikan dan pengungkapan fakta-fakta terkait dugaan korupsi ini. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara yang telah ditimbulkan.

Proses hukum terhadap para pihak yang diduga terlibat akan terus berlanjut, dan Kejaksaan Agung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akarnya.