Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah: Transparansi dan Akuntabilitas dipertanyakan di tengah Kondisi Ekonomi Sulit
Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah: Transparansi dan Akuntabilitas dipertanyakan di tengah Kondisi Ekonomi Sulit
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyelenggaraan rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Langkah ini dinilai sangat tidak tepat, khususnya mengingat kondisi ekonomi nasional yang tengah mengalami kesulitan. Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra, menyatakan keprihatinannya atas pemilihan lokasi rapat yang dinilai bertolak belakang dengan realita ekonomi saat ini, yang ditandai dengan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan defisit anggaran negara yang signifikan. Pernyataan Menteri Keuangan terkait defisit APBN yang mencapai hampir Rp 3 triliun semakin memperkuat argumentasi tersebut. Penggunaan anggaran negara untuk fasilitas mewah di tengah situasi ekonomi yang sulit dinilai sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab dan tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.
Pemilihan Hotel Fairmont sebagai lokasi rapat juga menimbulkan pertanyaan terkait transparansi dan akses publik terhadap proses legislasi. Dimas Bagus Arya Saputra menyoroti minimnya akses publik terhadap pembahasan RUU TNI yang digelar di luar gedung DPR. Hal ini dikhawatirkan akan menghambat partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, yang seharusnya menjadi hak konstitusional setiap warga negara. Ketidaktransparanan ini semakin memperkuat kecurigaan adanya upaya untuk menutup-nutupi proses pembahasan RUU TNI dari pengawasan publik. Kontras menilai, rapat yang digelar secara tertutup di hotel mewah ini justru berpotensi menimbulkan interpretasi negatif dan memicu spekulasi tentang adanya kepentingan terselubung di balik pembahasan revisi UU TNI.
Rapat panitia kerja (Panja) RUU TNI yang berlangsung selama dua hari, Jumat dan Sabtu (14-15 Maret 2025), meliputi pembahasan materi substansial revisi UU TNI, termasuk penambahan masa dinas keprajuritan dan perluasan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga atau jabatan sipil. Ironisnya, rapat ini berlangsung di Ballroom Ground Floor dan Ruang Rapat Ruby 3rd Floor Hotel Fairmont. Upaya konfirmasi kepada Pimpinan Komisi I DPR terkait lokasi rapat ini mendapatkan respon yang beragam. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, tidak merespon pertanyaan konfirmasi, sementara anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin, hanya membenarkan adanya rapat tanpa menjelaskan lokasi penyelenggaraannya. Keengganan untuk memberikan informasi yang transparan semakin memperkuat dugaan adanya upaya untuk membatasi akses publik terhadap proses legislasi ini.
Komisi I DPR dan Pemerintah perlu memberikan penjelasan yang gamblang dan akuntabel terkait pemilihan lokasi rapat tersebut. Transparansi dan partisipasi publik merupakan elemen penting dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang demokratis dan bertanggung jawab. Keengganan untuk memberikan penjelasan publik hanya akan semakin memperkuat kecurigaan dan memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses legislasi yang sedang berlangsung. Ke depan, diharapkan agar pembahasan RUU yang menyangkut kepentingan publik dilakukan secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, sehingga tercipta proses legislasi yang demokratis dan akuntabel.
- Beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan:
- Penggunaan anggaran negara untuk fasilitas mewah di tengah kondisi ekonomi sulit.
- Minimnya akses publik terhadap proses pembahasan RUU TNI.
- Dugaan adanya upaya untuk menutup-nutupi proses pembahasan RUU TNI dari pengawasan publik.
- Pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi.
- Perlu adanya penjelasan yang gamblang dan akuntabel dari Komisi I DPR dan Pemerintah.