Direktur dan Bendahara RSUD Nunukan Divonis Enam Tahun Penjara Kasus Korupsi Dana Covid-19
Direktur dan Bendahara RSUD Nunukan Divonis Enam Tahun Penjara Kasus Korupsi Dana Covid-19
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda telah menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada dr. Dulman Lekong, Direktur RSUD Nunukan, dan Nurhasanah alias Ana Binti Muhammad Idris, bendahara rumah sakit, atas kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19. Vonis tersebut dibacakan pada Kamis (13/3/2025) dan dikonfirmasi oleh Kasi Intel Kejari Nunukan, Felly Kasdi, pada Jumat (14/3/2025). Majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Selain hukuman penjara, dr. Dulman juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 430.930.085,25 subsidair enam bulan penjara. Jumlah uang pengganti ini merupakan sisa dari total kerugian negara setelah memperhitungkan pengembalian dana sebesar Rp 1.050.000.000 yang sebelumnya telah disetorkan oleh dr. Dulman ke rekening Kejaksaan Negeri Nunukan. Sementara itu, Nurhasanah divonis enam tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan, namun tidak dibebankan uang pengganti. Meskipun JPU sebelumnya menuntut hukuman yang lebih ringan untuk dr. Dulman (1 tahun 6 bulan penjara) dan lebih berat untuk Nurhasanah (3 tahun 6 bulan penjara), majelis hakim memutuskan hukuman yang sama bagi kedua terdakwa.
Kronologi dan Modus Operandi Korupsi
Kasus ini berawal dari penyelidikan yang mengungkap adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) RSUD Nunukan tahun anggaran 2021/2022 yang diperuntukkan bagi penanganan pandemi Covid-19. dr. Dulman, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bersama Nurhasanah, selaku bendahara, diduga melakukan serangkaian tindakan melawan hukum. Hasil audit mengungkapkan kerugian negara mencapai Rp 2,52 miliar. Modus yang dilakukan meliputi:
- Duplikasi Transaksi: Terdapat 73 transaksi yang direalisasikan secara ganda, meskipun tidak dibayarkan. Kondisi ini mengindikasikan potensi penyalahgunaan anggaran.
- Tidak Membayar Transaksi yang Telah Dicairkan: Sebanyak 20 transaksi telah dicairkan, namun tidak dibayarkan sesuai peruntukannya.
- Penggunaan Dana untuk Pribadi: Dana tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi dr. Dulman dan Nurhasanah, dalam bentuk pinjaman atau pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
- Pelanggaran Tata Buku: Keduanya juga diduga tidak melakukan pencatatan dan pembukuan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Implikasi dan Langkah Hukum Selanjutnya
Putusan pengadilan ini memberikan sinyal tegas bahwa korupsi, terutama yang melibatkan dana publik, tidak akan ditoleransi. Vonis enam tahun penjara bagi kedua terdakwa diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pembelajaran bagi pejabat publik lainnya agar senantiasa mengelola keuangan negara secara transparan dan akuntabel. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran, khususnya pada situasi krisis seperti pandemi Covid-19. Kejaksaan Negeri Nunukan akan memastikan pelaksanaan putusan pengadilan ini dan menindaklanjuti potensi langkah hukum selanjutnya terkait pemulihan kerugian negara secara optimal. Ke depan, diharapkan implementasi sistem manajemen keuangan yang lebih kuat dan transparan di RSUD Nunukan dan lembaga-lembaga publik lainnya di Indonesia untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.