Etika Profesi dan Potensi Konflik Kepentingan: Tanggapan Pukat UGM dan Febri Diansyah Terkait Pembelaan Hasto Kristiyanto
Etika Profesi dan Potensi Konflik Kepentingan: Kasus Febri Diansyah dan Hasto Kristiyanto
Peran mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, sebagai kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, telah memicu perdebatan publik terkait etika profesi dan potensi konflik kepentingan. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, melalui peneliti Zaenur Rochman, menyampaikan pandangan kritis meskipun mengakui tidak adanya pelanggaran hukum formal dalam tindakan Febri tersebut. Pukat UGM menekankan aspek etika dan kepantasan yang menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Zaenur Rochman menjelaskan bahwa meskipun tidak terdapat larangan hukum yang mengatur mantan pejabat KPK menjadi kuasa hukum bagi pihak yang pernah menjadi subjek penyelidikan atau operasi tangkap tangan (OTT) ketika ia menjabat, potensi konflik kepentingan tetap menjadi perhatian utama. Publik, menurutnya, berpotensi mengalami kebingungan karena Febri pernah menjadi juru bicara KPK pada saat OTT yang melibatkan Hasto Kristiyanto dilakukan. Ia berpendapat bahwa situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang netralitas dan objektivitas, terutama mengingat posisi Febri sebelumnya dalam lembaga penegak hukum. Oleh karena itu, Pukat UGM menyarankan agar Febri mempertimbangkan kembali keterlibatannya dalam pembelaan Hasto demi menghindari kesalahpahaman publik dan menjaga citra etika profesi.
Tanggapan Febri Diansyah
Menanggapi kritik yang ditujukan kepadanya, Febri Diansyah menyatakan penghargaannya terhadap masukan yang diberikan, khususnya dari para kolega dan mantan rekan kerjanya di KPK. Ia menyebut para pengkritiknya sebagai sahabat yang ia hormati dan memahami bahwa perbedaan pendapat dalam menyikapi kasus ini adalah hal yang wajar. Febri menekankan bahwa perbedaan sudut pandang tidak seharusnya menghalangi hubungan pertemanan. Ia menegaskan komitmennya untuk menjalankan tugas sebagai advokat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, serta menjalankan profesinya sebagai pengacara secara profesional dan bertanggung jawab. Febri menyatakan akan tetap menjalankan perannya sebagai bagian dari tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
Kesimpulannya, kasus ini menyoroti dilema etika yang kompleks yang dihadapi oleh para profesional hukum, khususnya mereka yang pernah bertugas di lembaga penegak hukum. Perdebatan ini juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan profesi hukum, serta perlunya pertimbangan matang atas potensi konflik kepentingan yang dapat muncul dalam praktik hukum. Perbedaan pendapat yang muncul dalam kasus ini menekankan betapa pentingnya dialog dan diskusi publik dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.