Toleransi di Negeri Sakura: Kisah Ramadan Mahasiswa Indonesia di Jepang
Toleransi di Negeri Sakura: Kisah Ramadan Mahasiswa Indonesia di Jepang
Ramadan di Jepang menjadi pengalaman unik bagi mahasiswa Indonesia. Jauh dari keluarga dan lingkungan mayoritas Muslim, mereka menemukan bentuk-bentuk toleransi yang mengharukan dari teman-teman dan staf kampus di Okinawa dan di berbagai penjuru Jepang. Kisah Pingkan Mayestika Afgatiani, mahasiswi program doktoral di University of the Ryukyus, menjadi contoh nyata. Saat berbuka puasa bersama teman-teman di acara perpisahan kampus, Pingkan disambut dengan perhatian luar biasa. Teman-temannya non-Muslim secara sadar memberikan porsi makanan lebih, memahami bahwa ia tengah berpuasa. Bahkan, saat teman-temannya menikmati bir, Pingkan secara khusus diberi minuman ringan. "Terus karena semuanya pake bir, khusus aku dibeliinnya soft drink," ujar Pingkan kepada Ohayo Jepang, Rabu (12/3/2025). Kepekaan ini tidak hanya terlihat dalam momen-momen informal, tetapi juga dalam kebiasaan sehari-hari kampus.
Kedekatan dan pemahaman yang dibangun antara mahasiswa Muslim dan staf kampus telah menciptakan iklim yang inklusif. Ruangan serbaguna kampus kerap dipinjam untuk acara buka puasa bersama, baik oleh mahasiswa Indonesia maupun mahasiswa Muslim internasional. Saking seringnya, staf yang memegang kunci ruangan sudah hafal, "oh buat Ramadhan ya?" kata Pingkan. Hal serupa juga dialami oleh Andy Budi Nofrianto, mahasiswa S2 di kampus yang sama. Teman-teman dan profesornya dengan sadar pindah ruangan saat waktu berbuka puasa tiba, menunjukkan rasa hormat terhadap ibadah mahasiswa Muslim. Bahkan, teman-teman non-Muslim Budi sering membawakan makanan untuk berbuka puasa. "Teman-teman non-Muslim sangat memahami dan menghargai ibadah kami. Bahkan sensei (profesor) dan teman laboratorium saya pun tahu kalau saat ini sedang puasa Ramadhan. Ketika waktu makan siang di kampus biasanya mereka berpindah ruangan agar tidak mengganggu," kata Budi. Ia juga berkesempatan menikmati beragam hidangan, baik di masjid kampus yang menyediakan menu Timur Tengah, maupun di acara buka puasa bersama Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Okinawa yang menyajikan cita rasa Indonesia, seperti nasi liwet, rendang, bakso, soto, es cincau, bubur, hingga ketan hitam.
Lebih jauh, semangat kebersamaan dan toleransi ini bukan hanya terlihat dalam skala individual, tetapi juga di tingkat komunitas mahasiswa Indonesia. Ketua Umum PPI Jepang, Prima Gandhi, menjelaskan bahwa kolaborasi dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di Jepang telah menghasilkan serangkaian kegiatan Ramadhan yang meriah dan inklusif. Kajian sore daring, acara buka puasa bersama yang diselenggarakan oleh 54 komisariat PPI di seluruh Jepang, menunjukkan komitmen untuk menjaga silaturahmi dan memperteguh identitas keagamaan di tengah masyarakat Jepang yang plural. Acara-acara ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa Indonesia, tetapi juga pelajar Muslim dari berbagai negara, seperti Pakistan dan Uzbekistan, yang ikut serta dalam kebersamaan buka puasa bersama. Bahkan, acara-acara PPI ini juga menarik perhatian peserta dari negara lain seperti Malaysia. Puncaknya, kerja sama PPI Jepang dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jepang menyelenggarakan shalat Idul Fitri di Sekolah Republik Indonesia Tokyo dan kegiatan open house yang akan semakin mempererat tali persaudaraan.
Pengalaman para mahasiswa ini menunjukkan bahwa toleransi dan saling menghormati dapat terwujud di lingkungan yang berbeda budaya dan agama. Ramadan di Jepang menjadi bukti nyata bagaimana perbedaan dapat diperkaya dan dirayakan melalui saling memahami dan menghargai, membangun jembatan persaudaraan di tengah keberagaman. Kisah-kisah ini tak hanya menginspirasi, tetapi juga memperlihatkan kecantikan keberagaman dan kekuatan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.