Mantan Jubir KPK Bela Tersangka Korupsi: Etik dan Moral Dipertanyakan

Mantan Jubir KPK Bela Tersangka Korupsi: Etik dan Moral Dipertanyakan

Langkah Febri Diansyah, mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menjadi kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan, telah memicu gelombang kritik pedas dari berbagai kalangan. Keputusan ini dianggap bertolak belakang dengan rekam jejaknya sebagai aktivis antikorupsi dan menimbulkan pertanyaan serius terkait etik dan moralitas profesionalnya sebagai seorang advokat.

Pernyataan Febri Diansyah yang menyebut dakwaan jaksa KPK terhadap Hasto sebagai 'oplosan' saat konferensi pers di Kantor DPP PDI-P pada Selasa (11/3/2025) menjadi pemantik kontroversi. Hal ini langsung disambut dengan kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk mantan penyidik KPK seperti Yudi Purnomo Harahap, Novel Baswedan, dan Praswad Nugraha. Mereka mempertanyakan bagaimana seorang mantan juru bicara KPK, yang seharusnya memahami proses hukum dan fakta-fakta kasus, dapat membela pihak yang dituduh melakukan korupsi.

Yudi Purnomo Harahap menilai keterlibatan Febri tidak akan memengaruhi jalannya kasus, bahkan ia menyoroti perubahan sikap Febri yang drastis. Ia meragukan independensi Febri mengingat pengalamannya di KPK dan pengetahuan yang dimilikinya terkait kasus tersebut. Senada dengan Yudi, Novel Baswedan menuding Febri tidak hanya membela Hasto di pengadilan, tetapi juga berupaya membentuk opini publik yang menguntungkan kliennya. Novel menambahkan bahwa langkah Febri ini menambah daftar panjang rekam jejaknya membela tersangka korupsi, setelah sebelumnya menjadi kuasa hukum Ferdy Sambo dan Syahrul Yasin Limpo. Praswad Nugraha turut menyoroti tekanan dan teror yang dialami tim KPK saat hendak menangkap Hasto dan Harun Masiku pada 2020, menekankan bahwa Febri seharusnya memahami konteks ini dan memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung pemberantasan korupsi.

Kritikan juga datang dari Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, yang menilai tindakan Febri tidak etis dan berpotensi melanggar kode etik advokat. Isnur menyoroti keterlibatan Hasto dan PDI-P dalam pelemahan KPK tahun 2019, termasuk revisi UU KPK dan pemilihan pimpinan KPK yang dinilai bermasalah. Ia menyayangkan Febri, yang sebelumnya vokal menentang pelemahan KPK, kini justru membela sosok yang terlibat dalam proses tersebut. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan (conflict of interest) yang signifikan.

Menanggapi kritik yang membanjir, Febri Diansyah menyatakan menghormati perbedaan pendapat dan menyebut para pengkritiknya sebagai sahabat. Ia menegaskan akan menjalankan profesinya sebagai advokat sesuai aturan yang berlaku. Namun, penjelasan ini dinilai belum cukup untuk meredakan kontroversi yang ditimbulkan oleh keputusannya membela seorang tersangka korupsi, terutama mengingat rekam jejaknya sebagai aktivis antikorupsi dan mantan juru bicara KPK.

Kasus ini menyoroti dilema etika dan moralitas dalam profesi hukum, terutama bagi mereka yang memiliki latar belakang perjuangan antikorupsi. Pertanyaan tentang integritas dan komitmen terhadap nilai-nilai antikorupsi menjadi sorotan utama dalam kasus ini, dan memunculkan perdebatan tentang batasan profesionalisme advokat dan tanggung jawab moral mantan pejabat publik.

Daftar poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Febri Diansyah membela Hasto Kristiyanto, tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan.
  • Kritikan datang dari mantan penyidik KPK dan YLBHI, yang mempertanyakan etika dan moralitas Febri.
  • Febri dituduh membentuk opini publik selain membela Hasto di pengadilan.
  • Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang konflik kepentingan dan kode etik advokat.
  • Febri membela beberapa tersangka korupsi sebelumnya, termasuk Ferdy Sambo dan Syahrul Yasin Limpo.
  • Febri menanggapi kritik dengan menyatakan menghormati perbedaan pandangan dan akan menjalankan profesinya sesuai aturan.