Kemunculan Kembali Praktik Prostitusi di Gunung Kemukus: Ancaman Bagi Pariwisata dan Keamanan Anak
Kemunculan Kembali Praktik Prostitusi di Gunung Kemukus: Ancaman Bagi Pariwisata dan Keamanan Anak
Kawasan wisata Gunung Kemukus di Sragen, Jawa Tengah, kembali dibayangi praktik prostitusi. Dalam tiga bulan pertama tahun 2025, setidaknya dua kasus perdagangan orang (TPPO) yang terkait dengan prostitusi telah terungkap, mengguncang citra kawasan yang telah berjuang keras untuk membersihkan diri dari stigma 'gunung seks' yang melekat di masa lalu. Kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius, tidak hanya terhadap upaya pemulihan citra wisata Gunung Kemukus, tetapi juga terhadap keselamatan dan perlindungan anak-anak.
Salah satu kasus yang terungkap melibatkan Sukini, pemilik rumah makan dan karaoke di Gunung Kemukus. Ia terbukti mempekerjakan seorang wanita berusia 19 tahun sebagai pemandu lagu (LC) dan pekerja seks komersial (PSK). Korban, yang awalnya tertarik dengan tawaran pekerjaan melalui Facebook, dipaksa bekerja dan diharuskan membayar tebusan Rp 1 juta untuk dapat pulang. Kasus ini berhasil diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng setelah laporan dari ibu korban.
Kasus kedua yang lebih mengkhawatirkan melibatkan Sri Haryani (50), seorang mucikari yang menawarkan gadis di bawah umur untuk layanan prostitusi. Polres Sragen berhasil mengungkap kasus ini berkat kecurigaan masyarakat. Korban, seorang anak perempuan berusia 15 tahun asal Boyolali, menjadi korban eksploitasi seksual di sekitar kawasan wisata. Kedua kasus ini menunjukkan adanya jaringan yang terorganisir dan perlu penanganan serius dari aparat penegak hukum.
Wijanto, penanggung jawab wisata Gunung Kemukus, mengaku terkejut dan prihatin dengan temuan ini. Ia menyatakan bahwa hal tersebut akan berdampak negatif terhadap upaya pengembangan pariwisata di Gunung Kemukus dan perekonomian masyarakat setempat. Wijanto menekankan bahwa sejak tahun 2024, pihaknya telah berupaya keras membersihkan citra negatif Gunung Kemukus dan telah menjalankan berbagai upaya pencegahan, termasuk sosialisasi kepada warga sekitar dan pelaku usaha wisata. Upaya tersebut meliputi koordinasi rutin dengan RT setempat dan penerapan standar operasional prosedur (SOP) bagi pengunjung makam Pangeran Samodra. Namun, munculnya kembali praktik prostitusi menunjukkan bahwa upaya tersebut masih belum sepenuhnya efektif.
Kejadian ini menjadi tamparan keras bagi upaya pemulihan citra Gunung Kemukus. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat untuk mencegah praktik prostitusi dan TPPO. Selain itu, perlu adanya kerjasama yang lebih intensif antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha wisata untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif, serta melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual. Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga menjadi kunci penting dalam memberantas praktik prostitusi dan melindungi generasi muda.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan:
- Peningkatan pengawasan di kawasan Gunung Kemukus oleh aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.
- Peningkatan kerjasama antar instansi terkait dalam pencegahan dan penindakan TPPO.
- Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya eksploitasi seksual dan prostitusi.
- Pembinaan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaku usaha di kawasan wisata.
- Penguatan peran serta masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan adanya praktik prostitusi dan TPPO.
- Pemberian perlindungan dan pemulihan bagi korban TPPO dan eksploitasi seksual.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang betapa rentannya anak-anak dan perempuan terhadap eksploitasi seksual, serta perlunya komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi mereka dari ancaman tersebut.