Indeks Persepsi Korupsi 2024: Sudan Selatan dan Somalia Terpuruk, Tantangan Global Pemberantasan Korupsi
Indeks Persepsi Korupsi 2024: Bayang-Bayang Korupsi di Beberapa Negara
Laporan Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 yang dirilis oleh Transparency International kembali menyoroti permasalahan global yang menghambat pembangunan berkelanjutan: korupsi. Data CPI 2024, yang mengukur persepsi korupsi di sektor publik berdasarkan berbagai sumber, termasuk survei para ahli dan pemimpin bisnis, memberikan gambaran suram mengenai tingkat korupsi di sejumlah negara. Skor CPI yang berkisar antara 0 hingga 100, dengan skor rendah menunjukkan tingkat korupsi yang tinggi, menunjukkan bahwa praktik koruptif masih menjadi tantangan besar di berbagai belahan dunia. Praktik ini tidak hanya menggerogoti pertumbuhan ekonomi, tetapi juga melemahkan sendi-sendi demokrasi dan berdampak negatif pada stabilitas sosial. Dampaknya meluas hingga menghambat upaya keberlanjutan, termasuk mitigasi perubahan iklim, karena dana publik yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Negara-negara dengan Tingkat Korupsi Tertinggi
Berdasarkan data CPI 2024, sepuluh negara dengan skor terendah, yang mengindikasikan tingkat korupsi paling tinggi, adalah:
- Sudan Selatan (Skor 8)
- Somalia (Skor 9)
- Venezuela (Skor 10)
- Suriah (Skor 12)
- Yaman (Skor 13)
- Libya (Skor 13)
- Eritrea (Skor 13)
- Guinea Ekuatorial (Skor 13)
- Nikaragua (Skor 14)
- Sudan (Skor 15)
Negara-negara dengan skor CPI yang sangat rendah ini seringkali dihadapkan pada krisis politik berkepanjangan, konflik internal yang intensif, atau lemahnya penegakan hukum, yang menciptakan lingkungan yang subur bagi berkembangnya praktik korupsi. Kondisi ini semakin memperparah kesejahteraan masyarakat dan menghambat pembangunan nasional. Sebaliknya, negara-negara dengan skor CPI tinggi, seperti Denmark, Finlandia, dan Singapura, menunjukkan korelasi positif antara pemerintahan yang transparan dan akuntabel dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat.
Indonesia dan Tantangan Pemberantasan Korupsi
Indonesia, meskipun tidak masuk dalam daftar sepuluh negara dengan tingkat korupsi tertinggi, masih memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan skor 37 dan berada di peringkat 99 dari 180 negara, Indonesia menunjukkan stagnasi dalam beberapa tahun terakhir. Perbandingan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia (skor 50) dan Singapura (skor 84) semakin menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah strategis untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor publik. Lemahnya penegakan hukum, maraknya suap, dan konflik kepentingan di berbagai tingkatan pemerintahan menjadi tantangan utama yang harus diatasi. Reformasi sistem hukum yang komprehensif dan peningkatan transparansi di semua lembaga pemerintahan merupakan langkah krusial untuk memperbaiki peringkat Indonesia di masa mendatang.
Perlunya Kolaborasi Global
Pemberantasan korupsi memerlukan komitmen jangka panjang dan kolaborasi yang kuat, baik di tingkat nasional maupun internasional. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat merupakan pilar utama dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Tanpa adanya langkah-langkah nyata dan terintegrasi, korupsi akan terus menjadi penghalang utama bagi pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan global. Pentingnya koordinasi antar negara dalam berbagi best practices dan memperkuat kerjasama internasional untuk memberantas kejahatan lintas batas yang terkait dengan korupsi tidak dapat diabaikan.