RUU KUHAP: Komisi III DPR Klarifikasi Kewenangan Penyidik, Tegaskan Kejaksaan Tetap Berperan
RUU KUHAP: Komisi III DPR Klarifikasi Kewenangan Penyidik, Tegaskan Kejaksaan Tetap Berperan
Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memberikan klarifikasi terkait polemik draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sempat menimbulkan kekhawatiran mengenai pembatasan kewenangan Kejaksaan. Habiburokhman menegaskan bahwa draf yang beredar sebelumnya, yang menyebutkan Jaksa hanya berwenang sebagai penyidik dalam kasus pelanggaran HAM berat, bukanlah versi final. Ia menekankan bahwa RUU KUHAP yang sedang digodok tidak bertujuan untuk membatasi atau mengurangi kewenangan lembaga penegak hukum manapun, termasuk Kejaksaan.
Penjelasan Habiburokhman disampaikan sebagai tanggapan atas interpretasi keliru terhadap draf RUU KUHAP yang beredar di publik. Draf tersebut, menurutnya, masih dalam tahap penyempurnaan dan bukan merupakan versi akhir. Versi final, kata Habiburokhman, menggunakan terminologi 'penyidik tertentu' yang mencakup berbagai instansi, termasuk Kejaksaan, sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku.
"RUU KUHAP mengatur proses pidana, bukan kewenangan penyelidikan atau penyidikan atas jenis tindak pidana tertentu. Kewenangan tersebut diatur dalam undang-undang yang mengatur substansi tindak pidana itu sendiri, bukan dalam KUHAP," jelas Habiburokhman. Ia menambahkan bahwa RUU KUHAP tidak akan mencabut atau mengubah aturan-aturan yang telah ada di luar KUHAP, selama aturan tersebut tidak berkaitan dengan tata cara atau proses pidana.
Lebih lanjut, Habiburokhman menjelaskan bahwa ketentuan mengenai 'penyidik tertentu' – seperti penyidik Polri, PPNS, dan penyidik dari lembaga lain – dirancang untuk memastikan koordinasi dan pengawasan yang efektif dalam proses penegakan hukum. Ia menegaskan bahwa kewenangan Kejaksaan dalam menyidik tindak pidana tertentu, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Tipikor dan Undang-Undang Kejaksaan, tetap berlaku dan tidak terpengaruh oleh RUU KUHAP.
"Kejaksaan, melalui undang-undang yang telah ada, telah memiliki kewenangan yang jelas dalam menyidik berbagai jenis tindak pidana. RUU KUHAP justru bertujuan untuk menciptakan harmonisasi dan keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan HAM," tegas Habiburokhman. Ia membuka kesempatan bagi seluruh pihak, termasuk Kejaksaan RI, untuk memberikan masukan dan partisipasi aktif selama proses pembahasan RUU KUHAP di DPR.
Habiburokhman juga menyoroti pentingnya kolaborasi dan sinergi antar lembaga penegak hukum. "Proses penyempurnaan RUU KUHAP ini akan terus melibatkan masukan dari berbagai pihak. Tujuan utama kita adalah menghasilkan undang-undang yang efektif, efisien, dan berkeadilan," pungkasnya. Proses ini, kata dia, akan mempertimbangkan semua aspek, termasuk masukan dari Kejaksaan dan berbagai fraksi di DPR.
Berikut perbandingan draf awal dan draf akhir mengenai 'penyidik tertentu':
Draf Awal: * Penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) * Penyidik perwira Tentara Nasional Indonesia angkatan laut (untuk tindak pidana di bidang perikanan, kelautan, dan pelayaran di zona ekonomi eksklusif) * Jaksa (dalam tindak pidana pelanggaran HAM berat)
Draf Akhir: * Penyidik Tertentu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) * Penyidik Tertentu Kejaksaan * Penyidik Tertentu Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Proses penyempurnaan RUU KUHAP diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk hukum yang komprehensif, adil, dan sesuai dengan kebutuhan penegakan hukum di Indonesia.