Memaknai Rezeki: Perspektif Spiritual di Tengah Ketimpangan Materi

Memaknai Rezeki: Perspektif Spiritual di Tengah Ketimpangan Materi

Perspektif tentang rezeki seringkali terkungkung pada persepsi materi semata. Keberhasilan materi, seperti kekayaan, jabatan, dan status sosial, seringkali menjadi tolok ukur keberuntungan dan bahkan menjadi sumber kecemburuan sosial. Namun, pandangan sempit ini dapat mengaburkan makna rezeki yang sebenarnya, dan justru memicu kekecewaan spiritual. Hal ini ditegaskan oleh H. Muhammad Faiz, Lc, MA, Anggota Dewan Pengawas Syariah BTN, yang lebih dikenal sebagai Gus Faiz, dalam sebuah kajian. Beliau menekankan bahwa rezeki melampaui batas-batas materi dan mencakup aspek spiritual yang tak kalah pentingnya.

Gus Faiz menjelaskan, “Rezeki bukanlah hanya uang atau kekayaan. Sabar, syukur, ketaatan dalam beribadah, dan keharmonisan keluarga juga merupakan bentuk rezeki yang tak ternilai harganya.” Pandangan ini mengajak kita untuk melampaui pandangan materialistik dan melihat rezeki dalam konteks yang lebih luas, yakni sebagai anugerah Allah SWT yang bersifat holistik. Seringkali, kita terjebak dalam perbandingan dengan orang lain yang tampak lebih sukses secara materi. Namun, Gus Faiz mengingatkan akan pentingnya melihat keseluruhan gambaran. “Jangan hanya melihat kesuksesan materi seseorang, tetapi perhatikan juga aspek spiritual dan kebahagiaannya. Ada banyak orang kaya secara materi namun miskin secara hati,” ujarnya dalam kajian yang disiarkan di detikKultum pada Sabtu, 15 Maret 2025.

Lebih lanjut, Gus Faiz memberikan ilustrasi nyata. Ia menggambarkan kontras antara individu kaya raya yang dihantui kecemasan dan ketakutan akan masa depan, dengan keluarga sederhana yang hidup tenteram meskipun dengan penghasilan terbatas. “Ada yang kaya harta, tapi setiap malam hidupnya tidak tenang, cemas akan kemiskinan, takut akan masa depan anak-anaknya. Sebaliknya, ada keluarga yang hanya memiliki rezeki harian yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari, namun mereka hidup bahagia. Istri yang bersyukur, anak-anak yang taat—itulah rezeki yang tak ternilai harganya,” jelas Gus Faiz. Contoh ini menyoroti pentingnya mensyukuri apa yang telah diberikan Allah SWT dan menghindari perbandingan yang tidak sehat.

Sebagai Ketua Umum MUI DKI Jakarta, Gus Faiz juga memberikan pesan penting untuk menghindari rasa iri terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada orang lain. “Pasti ada yang Allah SWT cabut dari orang tersebut, sebagaimana ada yang tidak Allah berikan kepada kita. Kita harus yakin, Allah SWT memberikan banyak hal kepada kita yang tidak diberikan kepada orang lain,” pesannya. Pesan ini menekankan pentingnya perspektif syukur dan keyakinan akan keadilan dan hikmah di balik pembagian rezeki. Kajian lengkap bersama Gus Faiz dapat disaksikan kembali melalui tayangan detikKultum di detikcom.

Kesimpulannya, pemahaman rezeki yang komprehensif mencakup aspek materi dan spiritual. Menghindari perbandingan yang tidak sehat, mensyukuri nikmat, dan fokus pada pengembangan spiritual merupakan kunci untuk meraih kebahagiaan sejati, terlepas dari kondisi materi yang dimiliki. Rezeki sesungguhnya adalah anugerah yang holistik, dan kebahagiaan sejati bukanlah semata-mata ukuran materi, tetapi juga kedamaian hati dan keharmonisan hidup.