Bhutan Kembangkan Bandara Gelephu: Perpaduan Arsitektur Tradisional dan Modern untuk Peningkatan Konektivitas dan Pariwisata

Bhutan Kembangkan Bandara Gelephu: Perpaduan Arsitektur Tradisional dan Modern untuk Peningkatan Konektivitas dan Pariwisata

Negara Kerajaan Bhutan, dikenal dengan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, tengah membangun Bandara Internasional Gelephu. Proyek ambisius ini menandai babak baru dalam konektivitas dan pengembangan pariwisata negara Himalaya tersebut. Bandara yang dirancang oleh firma arsitektur ternama Bjarke Ingels Group (BIG) ini, bukan sekadar infrastruktur transportasi, melainkan perpaduan harmonis antara arsitektur modern dan kearifan lokal Bhutan.

Desain bandara yang telah dirilis menampilkan struktur modular berbentuk berlian yang terbuat dari kayu. Konsep ini tidak hanya estetis, tetapi juga fungsional, memungkinkan perluasan dan adaptasi bandara di masa mendatang. Penggunaan kayu sebagai material utama mencerminkan komitmen Bhutan terhadap keberlanjutan, sementara bentuknya yang unik terinspirasi oleh lanskap pegunungan yang megah. Lebih dari sekadar estetika, desain ini menggabungkan elemen-elemen tradisional Bhutanese. Ukiran dan pewarnaan kayu, yang menampilkan tiga jenis naga melambangkan masa lalu, masa kini, dan masa depan Bhutan, menambahkan sentuhan budaya yang kaya dan otentik. Bjarke Ingels, pendiri BIG, menyatakan bahwa bandara sebagai kesan pertama dan terakhir bagi para pengunjung, menjadikannya sebuah representasi penting dari Bhutan.

Bandara Gelephu dirancang untuk menjadi fasilitas karbon-negatif, memanfaatkan energi surya melalui panel surya atap untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dengan luas 731.946 kaki persegi, bandara ini memiliki kapasitas untuk menampung 123 penerbangan per hari dan hingga 1,3 juta penumpang per tahun. Angka ini, meskipun relatif kecil dibandingkan bandara internasional besar lainnya, merupakan peningkatan signifikan bagi Bhutan yang hanya menerima 316.000 wisatawan pada tahun 2019. Saat ini, akses udara internasional Bhutan terbatas pada Bandara Internasional Paro, yang memiliki keterbatasan operasional karena kondisi geografis yang menantang. Pemilihan lokasi Gelephu, dengan medan yang lebih datar, memungkinkan pembangunan landasan pacu yang lebih panjang, sehingga dapat mengakomodasi pesawat berukuran lebih besar.

Lokasi strategis Gelephu di dekat perbatasan India juga menjadi pertimbangan penting. Kedekatan dengan India, mitra dagang dan sekutu diplomatik utama Bhutan, akan memperkuat konektivitas regional dan mendukung pengembangan ekonomi. Proyek ini juga selaras dengan visi Raja Bhutan, Jigme Khesar Namgyel Wangchuck, dalam pengembangan Gelephu Mindfulness City, sebuah pusat bisnis baru yang akan diuntungkan dari peningkatan aksesibilitas melalui bandara baru ini. Raja menyatakan bahwa bandara tersebut bukan hanya penting bagi keberhasilan GMC, tetapi juga berperan penting bagi keamanan nasional Bhutan, terutama sebagai negara yang terkurung daratan.

Meskipun tanggal pembukaan Bandara Internasional Gelephu belum diumumkan secara resmi, proyek ini menjanjikan transformasi signifikan bagi Bhutan, membuka peluang baru dalam pariwisata, perdagangan, dan konektivitas internasional sembari tetap menjaga kelestarian lingkungan dan warisan budaya yang kaya. Penggunaan teknologi berkelanjutan dan integrasi elemen-elemen tradisional dalam desain arsitektur menjadi bukti komitmen Bhutan dalam pembangunan yang bertanggung jawab dan berwawasan masa depan. Bandara ini bukan hanya sebuah bangunan, tetapi sebuah representasi dari visi Bhutan untuk masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera.

Berikut beberapa poin penting mengenai Bandara Internasional Gelephu:

  • Desain: Struktur modular berbentuk berlian dari kayu, terinspirasi oleh lanskap pegunungan Bhutan.
  • Keberlanjutan: Bertujuan menjadi karbon-negatif, menggunakan energi surya.
  • Kapasitas: 123 penerbangan per hari, 1,3 juta penumpang per tahun.
  • Lokasi Strategis: Dekat perbatasan India, mendukung konektivitas regional dan pengembangan ekonomi.
  • Integrasi Budaya: Ukiran kayu tradisional yang menggambarkan tiga jenis naga, melambangkan masa lalu, masa kini, dan masa depan Bhutan.