Revisi UU TNI: Komisi I DPR Fokus Tiga Klaster Utama
Revisi UU TNI: Komisi I DPR Fokus Tiga Klaster Utama
Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI yang membahas revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah memasuki tahap krusial. Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, mengungkapkan fokus utama pembahasan terbagi dalam tiga klaster penting yang memerlukan kajian mendalam dan komprehensif. Ketiga klaster tersebut meliputi penentuan kedudukan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI dalam sistem pertahanan negara, penyesuaian regulasi terkait penempatan personel TNI aktif di kementerian/lembaga, serta peninjauan ulang kebijakan usia pensiun prajurit TNI.
Utut Adianto, dalam keterangannya kepada awak media di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025), menegaskan bahwa ketiga klaster tersebut menjadi fokus utama pembahasan. Ia menjelaskan, "Ketiga klaster tersebut, yakni kedudukan Kemhan dan TNI, regulasi penempatan personel TNI aktif di instansi pemerintah, dan usia pensiun prajurit. Tidak ada klaster lain di luar ketiga hal tersebut." Pernyataan tersebut menunjukkan komitmen Komisi I DPR RI untuk merumuskan revisi UU TNI secara terstruktur dan terarah, menghindari pembahasan yang berpotensi mengaburkan fokus utama revisi.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan adalah usulan perpanjangan masa pensiun bagi Tamtama dan Bintara. Saat ini, batas usia pensiun untuk kedua golongan tersebut adalah 53 tahun. Rencana perpanjangan usia pensiun ini, menurut Utut, telah melalui kajian mendalam oleh Kementerian Keuangan untuk memastikan tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kementerian Keuangan telah melakukan penelitian untuk memastikan dampaknya terhadap keuangan negara. Kami telah melakukan pengecekan silang dengan Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, yang hadir dalam rapat, serta Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Heru Pambudi," ujar Utut menjelaskan proses verifikasi anggaran yang telah dilakukan.
Proses revisi UU TNI ini melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Pertahanan. Utut menyebutkan beberapa nama pejabat yang terlibat aktif dalam pembahasan, di antaranya Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Dahana, Wakil Menteri Pertahanan, Marsekal Madya Doni Ernawan, dan Wakil Menteri Sekretariat Negara, Bambang Eko. Kehadiran perwakilan dari berbagai kementerian ini menunjukkan komitmen untuk menghasilkan revisi UU TNI yang komprehensif dan mempertimbangkan berbagai aspek yang relevan.
Selain itu, Utut juga menyinggung keterlibatan Sjafrie Sjamsoeddin dalam pembahasan. Ia menegaskan bahwa penambahan pasal atau aturan yang diusulkan tidak menghadirkan hal-hal yang bersifat baru secara substansial. Hal ini mengisyaratkan bahwa revisi lebih berfokus pada penyempurnaan dan penyesuaian aturan yang ada, daripada penambahan aturan baru secara signifikan.
Proses pembahasan revisi UU TNI ini diharapkan dapat menghasilkan aturan yang lebih baik dan responsif terhadap perkembangan dinamika pertahanan negara serta memperkuat posisi TNI dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kehadiran perwakilan kementerian terkait dalam rapat Panja menunjukkan komitmen untuk menghasilkan revisi undang-undang yang terintegrasi dan komprehensif. Proses yang transparan dan partisipatif ini diharapkan dapat melahirkan produk hukum yang adil, efektif, dan efisien dalam mendukung tugas pokok TNI.