Penundaan Pengangkatan PPPK: Nasib Guru Veteran Terancam di Usia Pensiun
Penundaan Pengangkatan PPPK: Nasib Guru Veteran Terancam di Usia Pensiun
Abd Rasyid (59), seorang guru veteran dengan pengalaman lebih dari tiga dekade mengabdi di SDN 02 Tambaagung Tengah, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menghadapi dilema pahit di penghujung kariernya. Setelah dinyatakan lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap 1 tahun 2024, harapannya untuk mendapatkan pengakuan dan jaminan kesejahteraan dari negara justru sirna seiring dengan penundaan pengangkatan PPPK hingga Maret 2026 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Penundaan ini berdampak langsung pada Pak Rasyid yang akan memasuki masa pensiun pada Desember 2025, mencegahnya dilantik sebagai PPPK dan menikmati hak-hak sebagai pegawai negeri.
Selama puluhan tahun mengabdikan diri sebagai guru kelas dan guru agama, Pak Rasyid hanya menerima insentif bulanan sebesar Rp 150.000 dari sekolah. Jumlah tersebut jelas tidak mencukupi kebutuhan hidupnya bersama istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga dan anak angkatnya yang tinggal di pondok pesantren. Ketidakpastian ekonomi ini semakin diperparah dengan ketidakjelasan status kepegawaiannya. Meskipun telah dinyatakan lulus PPG (Pendidikan Profesi Guru) Kategori 2 pada tahun 2023, insentif dari APBN tak kunjung cair, terkendala oleh belum diterimanya Surat Keputusan (SK) dari Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo. Sebelumnya, Pak Rasyid juga telah beberapa kali mengikuti tes CPNS tanpa hasil yang memuaskan.
Kekecewaan Pak Rasyid bukan hanya disebabkan oleh penundaan pengangkatan PPPK, tetapi juga atas apa yang ia anggap sebagai ketidakadilan sistem rekrutmen. Ia merasa pemerintah tidak memperhatikan tenaga honorer seperti dirinya yang telah mengabdi selama puluhan tahun, dengan menyamaratakannya dengan tenaga honorer yang baru beberapa tahun bekerja. “Kebijakan pemerintah seperti tidak pernah berpihak pada saya,” ujarnya dengan nada pasrah. Ia berharap ada solusi agar pengabdiannya selama ini mendapatkan apresiasi yang layak, bukan hanya berupa janji dan harapan yang pupus.
Lebih lanjut, Pak Rasyid mengungkapkan kekecewaannya atas berbagai upaya yang telah dilakukannya untuk mendapatkan insentif tambahan. Pemkab Sumenep sempat mengalokasikan dana insentif khusus Guru Kategori 2 (K2), namun ia tak termasuk di dalamnya dengan alasan telah memasuki masa pensiun. Padahal, ia selalu berusaha memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan. “Andai saya ekonomi stabil, saya bisa memaklumi. Tapi sekarang ekonomi lemah, ya Allah. Apalagi yang bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarga?” keluhnya.
Situasi ini menyoroti permasalahan sistem pengangkatan PPPK dan nasib guru honorer di Indonesia. Proses yang panjang, berbelit, dan seringkali tidak adil menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian bagi para tenaga pendidik yang telah mengabdikan diri untuk mencerdaskan bangsa. Kasus Pak Rasyid menjadi cerminan betapa pentingnya memperhatikan kesejahteraan dan nasib guru-guru veteran yang telah berdedikasi tinggi, namun tetap terpinggirkan di akhir masa pengabdiannya.
Catatan: Informasi dalam berita ini diperoleh dari wawancara dengan Pak Rasyid pada Minggu (16/3/2025) dan sumber berita Kompas.com.