BMKG: Curah Hujan Ekstrem hingga Maret 2025, Waspada Potensi Bencana Hidrometeorologi

BMKG: Curah Hujan Ekstrem hingga Maret 2025, Waspada Potensi Bencana Hidrometeorologi

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan dini terkait potensi curah hujan dengan intensitas tinggi yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga 11 Maret 2025. Peringatan ini disampaikan menyusul analisis mendalam terhadap dinamika atmosfer yang menunjukkan beberapa faktor penyebab tingginya curah hujan di berbagai wilayah Indonesia. Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, dalam keterangan persnya menekankan pentingnya kewaspadaan, terutama bagi daerah-daerah yang rentan terhadap dampak cuaca ekstrem.

Analisis BMKG menunjukkan beberapa faktor kunci yang berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan. Gelombang atmosfer, termasuk Rossby Ekuatorial, Low Frequency, dan Kelvin, diprediksi tetap aktif di sejumlah wilayah strategis, meliputi sebagian besar Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Kepulauan Papua. Aktivitas gelombang atmosfer ini memicu pertumbuhan awan hujan dengan intensitas yang bervariasi, berpotensi mengakibatkan hujan lebat di daerah-daerah tersebut. Selain itu, terbentuknya sirkulasi siklonik di Samudra Hindia, tepatnya di barat Aceh dan selatan Papua, memperparah kondisi ini. Sirkulasi siklonik ini menyebabkan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi di beberapa perairan penting, termasuk Laut Natuna, Laut Banda, perairan selatan Sulawesi, Laut Arafuru, dan Maluku. Kondisi konvergensi ini diperparah oleh daerah pertemuan angin (konfluensi) yang terdeteksi membentang di Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafuru, hingga Papua bagian selatan. Lebih lanjut, BMKG mendeteksi daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) lainnya yang memanjang dari beberapa wilayah, meliputi:

  • Pesisir Timur Riau hingga Kepulauan Riau
  • Sumatra Barat hingga Sumatra Selatan
  • Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga Selatan Jawa Barat
  • Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan
  • Laut Sulawesi hingga Kalimantan Timur

Kondisi konvergensi ini berpotensi meningkatkan curah hujan di wilayah-wilayah tersebut, menimbulkan ancaman signifikan terhadap aktivitas maritim dan masyarakat pesisir. Selain itu, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yang masih aktif di Kepulauan Papua turut memperkuat dinamika atmosfer di kawasan timur Indonesia, berkontribusi pada peningkatan aktivitas konveksi dan potensi hujan deras.

Analisis labilitas lokal juga menunjukkan potensi signifikan perkembangan awan konvektif di berbagai wilayah, antara lain:

  • Aceh
  • Sumatera Utara
  • Sumatra Barat
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Jambi
  • Sumatera Selatan
  • Bangka Belitung
  • Bengkulu
  • Lampung
  • Banten
  • Jawa Tengah
  • D.I. Yogyakarta
  • Jawa Timur
  • Nusa Tenggara Timur
  • Hampir seluruh wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua

Labilitas atmosfer ini mendukung proses pembentukan awan hujan, terutama pada siang hingga sore atau malam hari. Mengingat meningkatnya aktivitas atmosfer, BMKG mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi hujan lebat yang disertai kilat, angin kencang, dan kemungkinan banjir di daerah rawan. Pemantauan cuaca secara berkala menjadi sangat krusial untuk meminimalisir dampak dari dinamika atmosfer yang terus berkembang. Kesigapan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi menjadi kunci utama dalam meminimalkan risiko dan dampak yang mungkin ditimbulkan.