Dugaan Suap Proyek Infrastruktur Rp 40 Miliar di OKU, Tiga Anggota DPRD Jadi Tersangka

Dugaan Suap Proyek Infrastruktur Rp 40 Miliar di OKU, Tiga Anggota DPRD Jadi Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan suap terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, tahun anggaran 2025. Tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) OKU telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap dalam jumlah fantastis untuk meloloskan anggaran proyek infrastruktur senilai puluhan miliar rupiah.

Para tersangka yang telah ditetapkan adalah Ferlan Juliansyah (FJ), anggota Komisi III DPRD OKU; M. Fahrudin (MFR), Ketua Komisi III DPRD OKU; dan Umi Hartati (UH), Ketua Komisi II DPRD OKU. Modus operandi yang digunakan melibatkan negosiasi dengan pemerintah daerah untuk memasukkan sejumlah proyek infrastruktur ke dalam RAPBD 2025. Awalnya, para anggota DPRD tersebut disebut-sebut meminta jatah aspirasi (Pokir) senilai Rp 40 miliar sebagai syarat pengesahan RAPBD. Namun, karena keterbatasan anggaran, kesepakatan tersebut akhirnya turun menjadi Rp 35 miliar dengan komisi sebesar 20%, atau Rp 7 miliar untuk para anggota dewan yang terlibat.

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan kronologi kasus ini bermula dari pertemuan antara perwakilan DPRD OKU dengan pemerintah daerah pada Januari 2025. Dalam pertemuan tersebut, disepakati alokasi anggaran proyek infrastruktur senilai Rp 35 miliar sebagai imbalan pengesahan RAPBD. Anggaran Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) OKU pun meningkat drastis dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar dalam APBD 2025. Anggaran tersebut kemudian dibagi ke dalam sembilan proyek infrastruktur yang diduga sarat dengan unsur korupsi, antara lain:

  • Rehabilitasi rumah dinas bupati: Rp 8,3 miliar (CV RF)
  • Rehabilitasi rumah dinas wakil bupati: Rp 2,4 miliar (CV RE)
  • Pembangunan kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU: Rp 9,8 miliar (CV DSA)
  • Pembangunan jembatan di desa Guna Makmur: Rp 983 juta (CV GR)
  • Peningkatan jalan poros desa Tanjung Manggus, desa Bandar Agung: Rp 4,9 miliar (CV DSA)
  • Peningkatan jalan desa Panai Makmur, Guna Makmur: Rp 4,9 miliar (CV AJN)
  • Peningkatan jalan unit 16 kedaton timur: Rp 4,9 miliar (CV MDR Corporation)
  • Peningkatan jalan Letnan Muda MSD Junet: Rp 4,8 miliar (CV BH)
  • Peningkatan jalan desa Makartitama: Rp 3,9 miliar (CV MDR)

Menariknya, KPK menemukan indikasi bahwa pelaksanaan proyek-proyek tersebut diduga menggunakan perusahaan 'benteng' atau 'pinjaman bendera'. Dua pihak swasta, M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS), diduga sebagai pihak yang sebenarnya mengerjakan proyek tersebut. Mereka pun turut ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, Nopriyansah (NOP), juga turut menjadi tersangka dalam kasus ini.

Atas perbuatannya, tiga anggota DPRD OKU dan NOP dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf d, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara MFZ dan ASS dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang yang sama. Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Sabtu, 15 Maret 2025, di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan membawa para pelaku ke meja hijau.