Ekspansi Tugas TNI, Polri, dan Kejaksaan dalam Revisi UU: Dosen Trisakti Ungkap Potensi Penyalahgunaan Wewenang

Ekspansi Tugas TNI, Polri, dan Kejaksaan dalam Revisi UU: Potensi Penyalahgunaan Wewenang

Revisi Undang-Undang (RUU) TNI, Polri, dan Kejaksaan yang tengah dibahas DPR menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Salah satu kritik datang dari Bhatara Ibnu Reza, Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, yang menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang akibat perluasan tugas dan kewenangan yang diatur dalam RUU tersebut. Dalam sebuah diskusi daring yang disiarkan melalui kanal YouTube Universitas Trisakti pada Minggu (16/3/2025) bertajuk 'Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan: Kritik RUU Kejaksaan, Polri dan TNI', Bhatara menyatakan keprihatinannya atas minimnya perlawanan politik terhadap RUU ini di parlemen. Ia menilai DPR gagal menjalankan fungsi pengawasan dan oposisinya secara efektif.

Perluasan Tugas TNI Menuai Kekhawatiran

Bhatara mengungkapkan kekhawatirannya terhadap perluasan tugas TNI ke ranah non-militer, khususnya dalam pemberantasan narkotika. RUU TNI, menurutnya, tidak secara jelas mendefinisikan batasan tugas dan wewenang TNI dalam konteks operasi militer selain perang (OMSP). Hal ini membuka peluang penyalahgunaan wewenang dengan dalih pemberantasan terorisme, separatisme, atau bahkan narkotika. "Tugas pemberantasan narkotika adalah ranah aparat penegak hukum, bukan TNI," tegas Bhatara. Ia menekankan perlunya kejelasan regulasi untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan potensi pelanggaran HAM.

Ekspansi Tugas Kejaksaan: Intelijen Masuk Ranah Penyelidikan

RUU Kejaksaan juga turut menjadi sorotan Bhatara. Ia menyoroti ekspansi tugas intelijen Kejaksaan yang kini diperbolehkan masuk ke ranah penyelidikan. Hal ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang dan mengaburkan batas antara intelijen dan penegakan hukum. Bhatara mencontohkan, sejak diundangkannya UU Kejaksaan tahun 2021, kasi intel di kejaksaan negeri telah memiliki kewenangan untuk memanggil seseorang dengan dalih penyelidikan, meskipun tanpa bukti yang cukup. Praktik ini, menurut Bhatara, sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan potensi pelanggaran HAM.

RUU Polri dan Konsep Keamanan Manusia: Keamanan Negara vs. Keamanan Warga Negara

Terakhir, Bhatara mengkritik konsep keamanan manusia yang diusung dalam RUU Polri. Ia menilai konsep ini terlalu luas dan kurang spesifik, sehingga berpotensi mengaburkan fokus pada keamanan negara. Bhatara menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara keamanan negara dan keamanan warga negara. Implementasi konsep keamanan manusia yang kurang terdefinisi dengan baik dapat berdampak negatif pada penegakan hukum dan perlindungan HAM.

Kesimpulannya, Bhatara Ibnu Reza mendesak DPR untuk mempertimbangkan kembali revisi UU TNI, Polri, dan Kejaksaan secara lebih cermat dan komprehensif, dengan memperhatikan potensi penyalahgunaan wewenang dan dampaknya terhadap penegakan hukum serta perlindungan HAM. Ia juga menyerukan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelaksanaan UU tersebut pasca-pengesahan agar tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran.