KontraS Pertanyakan Pelaporan Penggerudukan Rapat Revisi UU TNI di Hotel Fairmont
KontraS Pertanyakan Pelaporan Penggerudukan Rapat Revisi UU TNI di Hotel Fairmont
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mempertanyakan pelaporan penggerudukan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah terkait revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terjadi di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Laporan tersebut diajukan oleh seorang petugas keamanan hotel berinisial RYR kepada Polda Metro Jaya pada Sabtu, 15 Maret 2025, dengan nomor register LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA. KontraS menilai pasal-pasal yang disangkakan dalam laporan tersebut dipaksakan dan tidak sejalan dengan konteks aksi yang mereka lakukan.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan keamanan (security check) sebelum melakukan aksi tersebut. Mereka memastikan tidak membawa barang-barang berbahaya atau yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik. "Kami melihat ada upaya yang dipaksakan karena pertama, dalam konteks pelaksanaan aksi kami sudah melewati security check dari pihak hotel. Artinya, kami tidak membawa barang-barang atau benda-benda yang berpotensi membahayakan atau mengintimidasi seseorang," tegas Dimas dalam keterangannya kepada media pada Minggu, 16 Maret 2025.
KontraS menekankan bahwa aksi yang dilakukan berupa penyampaian tuntutan secara lisan melalui orasi, tanpa adanya intimidasi atau ancaman. Dimas menambahkan bahwa penggunaan pasal-pasal yang terkait dengan ancaman keselamatan dan intimidasi dalam laporan polisi dinilai tidak sesuai dengan fakta yang ada. "Kami hanya menyampaikan tuntutan, tidak ada nada ancaman," ujarnya. Pihaknya menyayangkan pelaporan tersebut dan menganggapnya dapat dicegah mengingat aksi yang dilakukan sudah sesuai dengan koridor penyampaian pendapat di muka umum.
Dimas berpendapat bahwa pemerintah dan DPR seharusnya lebih responsif terhadap kritik dan aspirasi masyarakat, serta lebih berhati-hati dalam proses pembuatan kebijakan. "Proses pelaporan ini harusnya bisa diredam. Pemerintah dan DPR harusnya bisa mencegah pelaporan ini karena apa yang kami lakukan sudah pada koridor, sudah sesuai dengan ketentuan dan proses penyampaian pendapat di muka umum," papar Dimas. KontraS menilai bahwa revisi UU TNI berpotensi menghasilkan produk legislasi yang cacat dan bermasalah, sehingga aksi penggerudukan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk memberikan peringatan kepada para pembuat kebijakan agar lebih cermat dan bijaksana.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan penerimaan laporan tersebut. Laporan tersebut memuat dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan/atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia. Ade Ary menjelaskan bahwa terlapor masih dalam proses penyelidikan dan pasal-pasal yang diadukan meliputi Pasal 172 dan/atau Pasal 212 dan/atau Pasal 217 dan/atau Pasal 335 dan/atau Pasal 503 dan/atau Pasal 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP. KontraS sendiri mengaku masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait kasus ini dan akan terus memantau proses penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
KontraS juga menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan aspirasi masyarakat dan mengawal proses legislasi agar menghasilkan produk hukum yang berkeadilan dan demokratis. Mereka berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih menghargai hak menyampaikan pendapat di muka umum dan menciptakan ruang dialog yang konstruktif dalam proses pembuatan kebijakan publik. Penting bagi semua pihak untuk memahami perbedaan antara menyampaikan kritik dan melakukan tindakan yang melanggar hukum.