Minimnya Akses Buku di Sekolah Pelosok NTT: Tantangan Literasi dan Harapan akan Donasi
Minimnya Akses Buku di Sekolah Pelosok NTT: Tantangan Literasi dan Harapan akan Donasi
Keterbatasan akses terhadap buku bacaan menjadi kendala serius bagi pendidikan di sejumlah sekolah pelosok Indonesia. SDN Reda Meter di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi contoh nyata permasalahan ini. Minimnya jumlah buku pelajaran dan buku bacaan umum berdampak signifikan terhadap minat baca dan proses belajar mengajar di sekolah yang memiliki ratusan siswa tersebut. Kondisi ini diperparah oleh terbatasnya anggaran sekolah yang lebih diprioritaskan untuk perbaikan infrastruktur, seperti renovasi atap dan bangunan sekolah yang rusak, ketimbang pengadaan buku baru.
Yuvensius Lana, seorang guru muda yang juga relawan dari PIJAR CTARSA Foundation, menggambarkan situasi yang memprihatinkan ini. “Kondisi buku di sekolah sangat memprihatinkan. Kebanyakan buku pelajaran sudah usang, masih menggunakan kurikulum 2013, banyak yang sobek dan dicoret-coret siswa. Bahkan, satu buku pelajaran sering digunakan oleh 2-3 anak sekaligus, terutama untuk mata pelajaran Matematika, IPA, dan Pendidikan Pancasila,” ujarnya. Meskipun ada beberapa donasi buku yang masuk, namun buku-buku tersebut seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan siswa SD, seperti kurangnya buku cerita bergambar yang menarik bagi anak-anak usia sekolah dasar. “Ada buku ensiklopedia, namun istilah-istilah di dalamnya sulit dipahami anak-anak pedalaman. Mereka lebih membutuhkan buku bacaan umum, seperti buku tentang tumbuhan dan buah-buahan, atau buku cerita bergambar fabel,” tambah Yuvensius.
Kekurangan buku bacaan membuat kreativitas Yuvensius sebagai guru teruji. Meskipun hanya memiliki 10 buku bergambar untuk ratusan siswa, ia tetap berupaya menciptakan atmosfer belajar yang menyenangkan. Setiap hari, ia mengadakan sesi membaca di bawah pohon di halaman sekolah. “Anak-anak berkumpul di bawah pohon, membaca, mengeja, hingga lancar membaca. Mereka antusias dan tidak merasa dipaksa,” jelas Yuvensius. Metode belajar sederhana ini membuahkan hasil yang positif. Minat baca siswa meningkat, terbukti dari kemampuan mereka membaca rata-rata 3 buku dalam seminggu. Mereka juga didorong untuk menceritakan kembali isi buku yang telah dibaca kepada teman-teman mereka, menciptakan suasana belajar yang interaktif dan menyenangkan.
Inisiatif Yuvensius menunjukkan upaya luar biasa dalam menghadapi keterbatasan. Namun, perlu dukungan nyata dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah minimnya akses buku di sekolah-sekolah pelosok. Ketersediaan buku-buku yang relevan dan menarik akan sangat membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan minat baca anak-anak di daerah terpencil. Donasi buku dan berbagai bentuk dukungan lainnya diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih baik bagi anak-anak di SDN Reda Meter dan sekolah-sekolah serupa di seluruh Indonesia untuk menggapai cita-cita mereka. Donasi dapat disalurkan melalui berbuatbaik.id untuk menunjang peningkatan kualitas pendidikan di daerah terpencil.
Berikut beberapa poin penting mengenai kondisi SDN Reda Meter: * Buku pelajaran usang dan terbatas * Satu buku digunakan oleh beberapa siswa * Kurangnya buku bacaan yang sesuai usia * Inisiatif guru menciptakan suasana belajar membaca di bawah pohon * Minat baca siswa meningkat pesat * Butuh dukungan donasi untuk meningkatkan akses buku