Maryam Al-Ijliya: Pionir Astronomi Islam dan Penemu Astrolabe yang Mempengaruhi Dunia Navigasi
Maryam Al-Ijliya: Pionir Astronomi Islam dan Penemu Astrolabe yang Mempengaruhi Dunia Navigasi
Dalam sejarah panjang perkembangan teknologi navigasi, seringkali kita terpaku pada penemuan-penemuan modern. Namun, jauh sebelum munculnya GPS dan peta digital, peradaban Islam telah melahirkan inovasi luar biasa di bidang astronomi yang berperan signifikan dalam navigasi dan penentuan waktu. Salah satu tokoh kunci dalam sejarah ini adalah Maryam Al-Ijliya, seorang ilmuwan wanita Muslim abad ke-10 yang karyanya, astrolabe, telah mengubah cara manusia memahami langit dan menentukan posisi mereka di bumi.
Astrolabe, alat yang diciptakan Maryam, bukanlah sekadar alat ukur sederhana. Ia merupakan sebuah instrumen kompleks yang mampu menggabungkan fungsi sebagai penunjuk waktu, penentu posisi matahari dan bintang, serta alat navigasi yang akurat. Dibangun dari logam seperti kuningan atau besi dengan ukuran bervariasi antara 8 hingga 46 cm, astrolabe memiliki bentuk bulat lonjong. Nama “astrolabe” sendiri berasal dari bahasa Yunani, dengan “astro” berarti “bintang” dan “labe” berarti “pengambil” atau “pencari,” mencerminkan fungsi utamanya sebagai pencari bintang. Kehebatan Maryam terletak pada kemampuannya menyempurnakan desain astrolabe yang telah ada sebelumnya, menghasilkan instrumen yang presisi dan efisien dalam berbagai aplikasi.
Kepakaran Maryam dalam astronomi tidak muncul begitu saja. Ia mewarisi pengetahuan mendalam tentang astronomi dari ayahnya, yang juga seorang pakar di bidangnya. Namun, Maryam tidak sekadar mewarisi ilmu, ia mengembangkannya lebih lanjut. Ia tidak hanya menguasai aspek pengamatan astronomi, tetapi juga mampu menerapkannya dalam penentuan waktu yang akurat dan navigasi. Inovasi astrolabe buatan Maryam sangat penting dalam pengelolaan transportasi dan jalur komunikasi pada masa itu, memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman posisi matahari, bulan, bintang, dan planet. Lebih penting lagi bagi umat Islam, alat ini membantu dalam penentuan waktu salat dan tanggal Ramadan, aspek penting dalam kehidupan keagamaan.
Pengaruh karya Maryam Al-Ijliya meluas melampaui peradaban Islam. Pada abad pertengahan, astrolabe versi yang disempurnakannya digunakan secara luas baik oleh masyarakat Islam maupun Eropa, terutama di kalangan pelaut pada abad ke-15. Meskipun cikal bakal astrolabe dapat ditelusuri hingga Yunani kuno, versi yang dihasilkan Maryam diakui sebagai salah satu yang paling sempurna. Pengakuan atas kontribusinya datang pada tahun 1990, ketika Henry H. Holy menemukan karya terbaik di Observatorium Palomar dan menamainya 7069 Al-Ijliyye, sebuah bukti nyata dari dampak abadi penemuannya terhadap dunia astronomi modern. Kontribusi Maryam tidak hanya menunjukkan kecerdasan dan ketekunannya sebagai seorang ilmuwan wanita pada masanya, tetapi juga menjadi simbol penting peran ilmuwan Muslim dalam perkembangan sains dan teknologi global.
Selain Maryam Al-Ijliya, perlu diingat bahwa peradaban Islam pada masa kejayaannya dipenuhi oleh para ilmuwan besar lainnya yang berkontribusi di bidang astronomi. Nama-nama seperti Al-Battani, Al-Khwarizmi, Thabit Ibn Qurra, Ali Al-Qushji, Ulugh Beg, dan Al-Biruni merupakan sebagian kecil dari para astronom Muslim yang karya-karyanya turut memajukan pengetahuan manusia tentang kosmos. Karya-karya mereka, termasuk berbagai inovasi dan penyempurnaan pada astrolabe, menunjukkan kekayaan intelektual dan keunggulan sains Islam pada masa keemasannya.
Kesimpulannya, Maryam Al-Ijliya adalah sosok yang layak dikenang sebagai pionir astronomi Islam dan penemu astrolabe yang telah memberikan kontribusi besar bagi dunia navigasi. Kisahnya menginspirasi kita untuk menghargai kontribusi ilmuwan perempuan dan peradaban Islam dalam perkembangan sains dan teknologi dunia.