Penyidikan Kasus Korupsi PDNS Kominfo: Dugaan Kolusi dan Dampak Serangan Ransomware
Penyidikan Kasus Korupsi PDNS Kominfo: Dugaan Kolusi dan Dampak Serangan Ransomware
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) tengah mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (kini Kementerian Komunikasi dan Digital - Komdigi) periode 2020-2024. Total pagu anggaran proyek tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp 958 miliar. Penyidikan ini bermula dari Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tertanggal 13 Maret 2025, yang dikeluarkan Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra. Pada hari yang sama, juga diterbitkan Surat Perintah Penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, menyatakan bahwa penggeledahan telah dilakukan di beberapa lokasi, termasuk Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, Tangerang Selatan, dan kantor Kementerian Komdigi sendiri pada 13 Maret 2025. Hasil penggeledahan tersebut membuahkan sejumlah barang bukti yang disita, antara lain dokumen, uang, kendaraan, properti (tanah dan bangunan), serta barang bukti elektronik. Semua barang bukti ini diduga terkait erat dengan tindak pidana korupsi yang sedang diselidiki.
Dugaan Kolusi dan Pengaturan Tender:
Pusat perhatian penyidikan ini tertuju pada dugaan kongkalikong antara pejabat Kementerian Kominfo dengan perusahaan swasta, yang diduga telah mengatur pemenangan tender PT AL dalam proyek PDNS. Hal ini terungkap melalui serangkaian kontrak yang diberikan kepada PT AL dalam beberapa tahun berturut-turut:
- 2020: Nilai kontrak Rp 60.378.450.000 (Rp 60,3 miliar)
- 2021: Nilai kontrak Rp 102.671.346.360 (Rp 102 miliar)
- 2022: Nilai kontrak Rp 188.900.000.000 (Rp 188,9 miliar)
- 2024: Nilai kontrak Rp 350.959.942.158 (Rp 350,9 miliar) dan Rp 256.575.442.952 (Rp 256,5 miliar)
Diduga, pejabat Kominfo menghilangkan sejumlah persyaratan dalam tender tahun 2022 dan 2024 untuk memastikan PT AL tetap memenangkan proyek tersebut. Lebih mengkhawatirkan lagi, PT AL bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi syarat pengakuan kepatuhan ISO 22301. Kejanggalan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa dalam penawaran PDNS, pertimbangan kelayakan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) diabaikan.
Dampak Serangan Ransomware:
Konsekuensi dari dugaan pengaturan tender dan pengabaian aspek keamanan siber ini berujung pada serangan ransomware yang terjadi pada bulan Juni 2024. Serangan ini mengakibatkan beberapa layanan PDNS menjadi tidak berfungsi dan menyebabkan kebocoran data pribadi warga Indonesia. Kejari Jakpus kini tengah menyelidiki secara intensif keterkaitan antara dugaan korupsi dan serangan siber tersebut, serta mendalami peran setiap pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Proses penyidikan terus berlanjut, dengan Kejari Jakpus berkomitmen untuk mengungkap seluruh fakta dan menjerat para pihak yang bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara dan mengancam keamanan data publik ini.