Praktik Pungli Ormas Ancam Iklim Investasi dan Pertumbuhan Industri Nasional
Praktik Pungli Ormas Ancam Iklim Investasi dan Pertumbuhan Industri Nasional
Surat permintaan Tunjangan Hari Raya (THR) dari Ormas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Bitung Jaya, Tangerang, yang beredar viral di media sosial, menjadi sorotan tajam. Permintaan THR ini, tanpa menyebutkan besaran nominal, menunjukkan praktik pungutan liar yang semakin meresahkan kalangan pengusaha dan investor. Ketua Ormas LPM Bitung Jaya, Jayadi, dalam surat tersebut hanya menyatakan bahwa “besar kecilnya pemberian akan kami terima dengan senang hati,” menunjukkan sikap arogansi dan pemaksaan yang tidak bisa dibiarkan. Hal ini mengungkap sebuah realitas yang lebih besar mengenai dampak negatif aktivitas ormas terhadap iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Direktur Legal and External Affairs Chandra Asri Group, Edi Rivai, menyatakan keprihatinannya atas fenomena ini. Ia menekankan perlunya penegakan hukum dan kepastian berusaha agar aktivitas perusahaan tidak terus-menerus terganggu oleh permintaan-permintaan sepihak dari ormas. “Pada intinya yang kami harapkan adalah kepastian hukum, kepastian berusaha, sehingga kegiatan tidak terganggu (dengan ormas minta THR),” tegas Edi. Ia juga menekankan pentingnya koordinasi antara pihak perusahaan dengan aparat keamanan untuk mengatasi masalah ini secara efektif dan memberikan rasa aman bagi pelaku usaha. Edi menambahkan bahwa pengusaha sebenarnya secara sukarela selalu berupaya berkontribusi kepada masyarakat sekitar, misalnya melalui prioritas rekrutmen tenaga kerja lokal dan pemberdayaan pengusaha lokal sebagai vendor.
Dampak yang Lebih Luas:
Masalah ini bukan hanya sebatas permintaan THR. Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, mengungkapkan bahwa aktivitas ormas telah mengganggu industri mebel Indonesia dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia kalah saing dengan Vietnam. Vietnam, dengan iklim investasi yang lebih kondusif karena minimnya gangguan dari ormas, mencatatkan nilai ekspor mebel sebesar 20 juta dollar AS dan menarik relokasi 630 perusahaan mebel dari China dalam 10 tahun terakhir. Keberadaan Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) dengan Amerika Serikat dan Eropa juga menjadi keunggulan kompetitif Vietnam.
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, mengungkapkan keresahan para investor akibat aktivitas ormas yang telah menimbulkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah. Kerugian tersebut tidak hanya mencakup pengeluaran yang telah dikeluarkan, tetapi juga potensi investasi yang batal masuk ke Indonesia. Aktivitas ormas, menurut Sanny, menjadi salah satu kendala besar bagi industri di Indonesia, meski seringkali tidak terlihat di permukaan.
Tanggapan Pemerintah:
Menaker Yassierli menegaskan bahwa praktik pemalakan oleh ormas dapat dikenai sanksi pidana. Ia menambahkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja baru guna mengurangi angka pengangguran dan menekan potensi terjadinya tindakan kriminalitas. Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui bahwa aktivitas ormas menghambat investasi dan menyatakan bahwa Kemenperin berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk mengatasi masalah ini.
Kesimpulan:
Permintaan THR dari ormas tersebut hanyalah puncak gunung es dari masalah yang lebih besar. Praktik pungli yang dilakukan oleh ormas telah menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif, menghambat pertumbuhan industri, dan merugikan perekonomian nasional. Penegakan hukum yang tegas dan koordinasi yang efektif antara pemerintah, aparat keamanan, dan dunia usaha sangat diperlukan untuk memberantas praktik-praktik tersebut dan menciptakan lingkungan usaha yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia.