Empat Bulan Hidup dengan Peluru di Kepala, Remaja Palestina Akhirnya Sembuh

Empat Bulan Hidup dengan Peluru di Kepala, Remaja Palestina Akhirnya Sembuh

Sarah Al-Awady, remaja Palestina berusia 18 tahun, telah melewati masa sulit yang tak terbayangkan. Selama empat bulan, ia hidup dengan sebuah peluru yang bersarang di kepalanya, akibat serangan udara Israel di kamp pengungsian Al-Zawaida pada 22 Oktober 2024. Insiden tersebut terjadi saat Sarah tengah berada bersama keluarganya, ketika drone quadcopter Israel menembaki kamp tersebut. Detik-detik mencekam itu diingat Sarah sebagai “sakit di kepala saya, seperti dipukul dengan batang besi.” Keluarga yang panik segera membawanya ke Rumah Sakit Shuhada al-Aqsa.

Di tengah keterbatasan fasilitas medis akibat konflik berkepanjangan di Jalur Gaza, dokter setempat hanya mampu mendeteksi keberadaan peluru yang bersarang di tengkorak Al-Awady, tepat di belakang mata kanannya, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengeluarkannya. Dengan pasokan medis yang menipis, upaya penyelamatan Sarah menghadapi tantangan yang sangat besar. Meskipun diberitahu bahwa tidak ada lagi yang bisa dilakukan, Sarah menolak untuk menyerah dan tetap tinggal di rumah sakit, setidaknya untuk melindungi matanya yang terluka dari debu dan kotoran.

Berbekal obat penghilang rasa sakit, Sarah menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam rasa sakit dan ketakutan kehilangan penglihatannya. Seorang dokter mata Mesir, Ahmed Tawfik, mendengar kasus Sarah dan berusaha keras untuk membantu, meskipun perbatasan Rafah yang tertutup antara Mesir dan Palestina menghalanginya untuk datang langsung ke Gaza. Putra Ahmed, dr. Mohamed Tawfik, juga berupaya membantu, tetapi keterbatasan akses dan eskalasi konflik membuat usaha mereka terhambat. Harapan muncul ketika Hamas dan Israel akhirnya mencapai gencatan senjata pada 19 Januari 2024.

Pada 8 Februari 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghubungi Sarah dan memfasilitasinya untuk menjalani perawatan di Mesir. Di sana, dr. Mohamed Tawfik dan tim medis ahli dari berbagai spesialisasi – dokter mata, dokter bedah saraf, dan radiologi – berkolaborasi untuk merencanakan operasi yang sangat rumit. Peluru tersebut berada di posisi yang sangat kritis, tepat di dekat saraf optik. Tim medis menjalankan simulasi berulang untuk menentukan rute terbaik untuk mengeluarkan peluru tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada penglihatan Sarah.

Operasi yang berisiko tinggi tersebut akhirnya dilakukan. Dr. Tawfik menjelaskan bahwa terdapat risiko 50% keberhasilan, risiko pendarahan internal, dan risiko kehilangan penglihatan total. Meskipun ketakutan yang menghadang, Sarah memberanikan diri dan menjalani operasi tersebut. Keberhasilan operasi tersebut disambut dengan sukacita. Dr. Tawfik mengungkapkan terkejutnya atas jumlah infeksi dan abses yang ditemukan, akibat peluru yang telah berkarat di dalam kepala Sarah selama berbulan-bulan.

Meskipun operasi berhasil, perjalanan pemulihan Sarah masih panjang. Ia masih memerlukan pengobatan dan perawatan lanjutan untuk mengatasi infeksi dan abses yang disebabkan oleh peluru tersebut. Namun, harapan untuk kesembuhan penuh tetap ada. Kisah Sarah menjadi bukti kegigihan semangat manusia di tengah konflik dan keterbatasan, serta solidaritas internasional yang membantu menyelamatkan nyawanya.

Kondisi Pasca Operasi:

  • Sarah dalam kondisi stabil dan menjalani pengobatan.
  • Dokter berharap penglihatannya akan membaik setelah penanganan ablasi retina.
  • Pemulihan masih berlanjut dan membutuhkan waktu.