Strategi Optimalisasi Pendapatan Negara: Mengatasi Defisit dan Memperkuat Kepercayaan Pasar
Strategi Optimalisasi Pendapatan Negara: Mengatasi Defisit dan Memperkuat Kepercayaan Pasar
Pernyataan ini merupakan opini pribadi dan tidak mencerminkan sikap partai atau lembaga manapun. Tujuan penyampaiannya adalah untuk meningkatkan kepercayaan pasar domestik dan memberikan solusi atas tantangan fiskal yang dihadapi negara. Analisis ini disusun setelah publikasi data resmi kinerja APBN, meskipun indikasi awal mengenai kondisi Modul Penerimaan Negara (MPN) per akhir Januari 2025 telah dilaporkan secara informal pada 1 Februari 2025 kepada pihak berwenang.
Krisis Kepercayaan dan Tantangan Fiskal
Gejolak sektor keuangan global telah memicu sentimen negatif investor asing terhadap pasar keuangan Indonesia. Pada awal November 2024, prediksi penurunan nilai tukar rupiah hingga Rp 16.300 per dolar AS dan IHSG hingga 6.900 pada akhir tahun telah disampaikan kepada beberapa menteri dan Dewan Pakar Prabowo-Gibran setelah diskusi dengan pelaku pasar asing di Singapura. Prediksi ini terealisasi lebih cepat untuk rupiah, sedangkan IHSG mengalami penurunan yang lebih dalam, meskipun lebih lambat. Faktor utama di balik penurunan ini adalah erosi kepercayaan pasar. Kepercayaan yang rendah menyebabkan penurunan belanja konsumen, investasi, dan produksi, berujung pada pasar yang bearish. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap erosi kepercayaan ini adalah perang dagang global dan persepsi negatif terhadap kredibilitas APBN 2025, khususnya kesulitan pemerintah membiayai pos-pos belanja yang besar. Opsi yang tersedia untuk mengatasi defisit ini meliputi realokasi belanja, peningkatan pembiayaan (utang), dan peningkatan pendapatan negara. Namun, opsi peningkatan pendapatan negara dianggap memiliki peluang kecil, menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar domestik dan internasional. Penurunan peringkat obligasi Indonesia oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs semakin memperkuat kekhawatiran ini.
Solusi: Mengoptimalkan Potensi Pendapatan Negara
Untuk mengatasi krisis kepercayaan dan defisit APBN, langkah utama adalah menggenjot pendapatan negara. Hal ini memerlukan pendekatan yang lebih agresif daripada sekadar bergantung pada realokasi belanja atau peningkatan utang. Terdapat potensi besar pendapatan negara yang belum tergali atau belum terhimpun secara optimal. Pendapatan yang "belum terhimpun" merujuk pada dana yang seharusnya masuk APBN namun tidak terealisasi karena berbagai faktor, seringkali terkait dengan aspek politik. Sementara itu, pendapatan yang "belum tergali" mengacu pada potensi pendapatan baru yang dapat direalisasikan melalui kebijakan yang tepat.
Contoh konkret dapat dilihat dari kerjasama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Intelijen Negara (BIN) pada tahun 2015, yang menargetkan pendapatan negara yang "belum terhimpun". Salah satu contohnya adalah kasus sengketa pajak yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) namun wajib pajak enggan membayar kewajiban pajaknya, yang pada tahun 2015 mencapai lebih dari Rp 90 triliun. Operasi intelijen berhasil mendorong wajib pajak untuk membayar kewajiban mereka, membuktikan potensi besar dari pendekatan ini. Sayangnya, pergantian pejabat di Kemenkeu dan BIN pada tahun 2016 menghentikan inisiatif ini.
Optimalisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Selain itu, rendahnya realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang hanya mencapai 3,77% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025 meskipun tarifnya 12%, menunjukkan adanya kebocoran serius dalam sistem PPN. Penerapan operasi intelijen dan teknologi dapat membantu menekan kebocoran ini. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menawarkan potensi yang belum tergali secara maksimal. Contohnya, pemanfaatan spektrum elektromagnetik (SE) dapat menghasilkan PNBP yang signifikan, mencapai Rp 9-20 triliun per tahun hanya dari satu teknologi, belum termasuk potensi dari teknologi lainnya. Dengan penerapan regulasi yang tepat, seperti yang diterapkan di beberapa negara Asia, potensi PNBP dari berbagai sektor dapat mencapai Rp 50 triliun per tahun.
Kesimpulan
Mengatasi defisit APBN dan meningkatkan kepercayaan pasar membutuhkan strategi yang komprehensif dan proaktif. Optimalisasi potensi pendapatan negara, baik dari pajak maupun PNBP, melalui pendekatan yang inovatif dan kolaboratif antara lembaga terkait merupakan kunci untuk mencapai stabilitas fiskal dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun angka pembiayaan Rp 116,4 triliun yang pernah diusulkan pada Juni 2023 saat ini sudah tidak relevan, potensi optimalisasi pendapatan negara masih sangat besar dan perlu segera dimaksimalkan.