Pelanggaran Izin dan Lingkungan: Penindakan Tegas terhadap Objek Wisata Hibisc Fantasy Puncak

Pelanggaran Izin dan Lingkungan: Penindakan Tegas terhadap Objek Wisata Hibisc Fantasy Puncak

Objek wisata Hibisc Fantasy di Puncak, Bogor, yang dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita), menuai kontroversi akibat pelanggaran izin dan permasalahan lingkungan. Lokasi wisata yang bermitra dengan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) ini terbukti telah beroperasi dengan mendirikan bangunan melebihi luas yang tertera dalam Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Teuku Mulya, PBG yang diterbitkan hanya mencakup lahan seluas 4.138 meter persegi. Namun, Hibisc Fantasy menempati lahan seluas 21.000 meter persegi, merupakan pelanggaran signifikan seluas 16.900 meter persegi. Pemkab Bogor telah melayangkan beberapa surat teguran sebelum akhirnya melakukan penyegelan bangunan yang tidak berizin pada bulan Desember 2024. Penyegelan dilakukan hingga dua kali karena pihak pengelola dinilai tetap membangun fasilitas tambahan meskipun telah mendapatkan teguran sebelumnya.

Bukan hanya masalah luas bangunan, Hibisc Fantasy juga terbukti mengabaikan aspek ramah lingkungan yang tertera dalam PBG. Persyaratan seperti pembangunan green house, resapan air, sumur biopori, dan sumur resapan, diabaikan oleh pihak pengelola. Keengganan mematuhi peraturan lingkungan dan perizinan ini menjadi dasar tindakan tegas Pemkab Bogor.

PTPN VIII, sebagai salah satu pihak yang terlibat, telah menurunkan dua tim untuk meninjau permasalahan ini. Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani, menjelaskan bahwa peninjauan mencakup tata kelola penunjukan mitra dan proses bisnis. Pihak PTPN juga berkoordinasi dengan Pemkab Bogor dan melibatkan konsultan untuk memastikan peninjauan dilakukan secara komprehensif. Ghani mengakui adanya ketidaksesuaian antara izin awal seluas 5.000 meter persegi dengan luas bangunan yang akhirnya terbangun. Ia menyinggung masalah Amdal, Koefisien Wilayah Terbangun (KWT), dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebagai faktor penyebab pelanggaran.

Sementara itu, Direktur PT Jaswita Jabar, Wahyu Nugroho, menyatakan bahwa PT Jaswita telah memperingatkan JLJ untuk mematuhi aturan yang berlaku sejak munculnya polemik pada tahun 2024. PT Jaswita berjanji akan menindaklanjuti arahan Gubernur Jawa Barat untuk memperingatkan anak perusahaannya. Pembongkaran Hibisc Fantasy yang telah dimulai diharapkan rampung sebelum Lebaran, sesuai dengan keinginan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meski proses hukumnya masih berjalan dan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup masih dinantikan.

Daftar poin pelanggaran yang dilakukan Hibisc Fantasy:

  • Luas bangunan melebihi izin PBG.
  • Pengabaian aspek ramah lingkungan sesuai ketentuan PBG.
  • Ketidakpatuhan terhadap surat teguran dari Pemkab Bogor.
  • Melanjutkan pembangunan meskipun sudah disegel.

Peristiwa ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap peraturan perizinan dan lingkungan dalam pengembangan objek wisata, serta perlunya pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.