Pembahasan Bilateral Erdogan-Trump: Ukraina, Suriah, dan Hubungan AS-Turki

Pembahasan Bilateral Erdogan-Trump: Ukraina, Suriah, dan Hubungan AS-Turki

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melakukan percakapan telepon pada Minggu, 16 Maret 2025, membahas berbagai isu krusial, termasuk konflik Rusia-Ukraina dan upaya restorasi stabilitas di Suriah. Percakapan tersebut menandai pentingnya komunikasi bilateral dalam menghadapi tantangan geopolitik yang kompleks.

Dari keterangan resmi pihak kepresidenan Turki, terungkap bahwa Erdogan menekankan dukungan Ankara terhadap inisiatif yang tegas dan segera untuk mengakhiri perang di Ukraina. Turki, tegas Erdogan, akan terus berupaya memperjuangkan perdamaian yang adil dan langgeng di wilayah tersebut. Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen Turki dalam diplomasi internasional dan peran aktifnya dalam mencari penyelesaian konflik.

Selain konflik Ukraina, pembicaraan juga menyoroti situasi di Suriah. Erdogan dan Trump membahas upaya pemulihan stabilitas pasca-konflik, mengingat pentingnya kontribusi bersama dalam mencabut sanksi terhadap Suriah. Pencabutan sanksi, menurut keterangan tersebut, dinilai krusial untuk keberhasilan pemerintahan baru Suriah, mendukung proses normalisasi, dan memfasilitasi kepulangan pengungsi Suriah. Hal ini menunjukkan adanya kesepahaman tentang pentingnya bantuan internasional untuk stabilisasi Suriah.

Lebih lanjut, pembahasan meluas ke hubungan bilateral AS-Turki. Ankara menyampaikan harapannya akan adanya langkah-langkah konkret dari AS dalam melawan terorisme, dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan nasional Turki. Ketegangan antara kedua negara terkait dukungan AS terhadap milisi Kurdi Suriah, yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh Turki, menjadi isu sensitif yang tak terhindarkan dalam pembicaraan ini. Aliansi AS dengan kelompok tersebut telah berulang kali dikritik oleh Ankara sebagai tindakan yang mengkhianati semangat kerja sama NATO.

Dalam konteks hubungan bilateral, Erdogan juga menyoroti pentingnya diakhirinya sanksi terhadap Turki, selesainya proses pengadaan jet tempur F-16, dan partisipasi kembali Turki dalam program jet siluman F-35. Sanksi AS terhadap Turki dan pengeluaran Ankara dari program F-35 pada 2019, menyusul pembelian sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, menjadi hambatan signifikan dalam kerja sama pertahanan kedua negara. Permintaan Erdogan untuk meninjau kembali keputusan tersebut menunjukkan upaya Ankara untuk memperbaiki hubungan bilateral dan membuka peluang kerja sama di bidang pertahanan.

Kesimpulannya, percakapan telepon antara Erdogan dan Trump menandai pentingnya dialog dalam menyelesaikan berbagai konflik dan tantangan global, sekaligus menyoroti kompleksitas hubungan bilateral AS-Turki yang membutuhkan pendekatan diplomatik yang hati-hati dan komprehensif. Ke depan, bagaimana tindak lanjut dari pembicaraan ini akan menjadi penentu arah kerjasama dan penyelesaian masalah antara kedua negara tersebut.