Revisi UU TNI: DPR Tetapkan Perubahan Strategis dalam Kedudukan dan Peran TNI

Revisi UU TNI: Perubahan Strategis dalam Kedudukan dan Peran TNI

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah mengesahkan sejumlah perubahan substansial dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Perubahan ini, yang meliputi penyesuaian kedudukan TNI dan perluasan peran prajurit, diharapkan mampu meningkatkan sinergi dan efisiensi administrasi pertahanan negara. Salah satu perubahan signifikan terdapat pada Pasal 3 ayat (2) yang mengatur kebijakan dan strategi pertahanan. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa penambahan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis” pada pasal tersebut bertujuan untuk memperjelas koordinasi antara TNI dan Kementerian Pertahanan.

Dasco menekankan bahwa perubahan ini tidak mengubah kedudukan TNI yang tetap berada di bawah komando Presiden. Ayat (1) Pasal 3 yang mengatur pengerahan dan penggunaan kekuatan militer tetap berlaku sebagaimana mestinya. Lebih lanjut, Dasco menjelaskan bahwa penyesuaian nomenklatur dari Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan merupakan bagian dari upaya untuk menyelaraskan administrasi dan memastikan sinergitas antar lembaga. Perubahan ini, menurutnya, akan menciptakan sistem pertahanan yang lebih rapi dan efisien.

Selain perubahan pada Pasal 3, revisi UU TNI juga mencakup sejumlah poin penting lainnya. Revisi ini antara lain mengatur tentang penambahan masa dinas bagi prajurit TNI. Usulan penambahan masa dinas hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, serta hingga 60 tahun bagi perwira, mendapat persetujuan. Untuk prajurit yang menduduki jabatan fungsional, terdapat kemungkinan perpanjangan masa dinas hingga usia 65 tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman para prajurit senior.

Revisi UU TNI juga mencakup perubahan aturan terkait penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Aturan ini disesuaikan dengan meningkatnya kebutuhan penempatan prajurit TNI di berbagai kementerian/lembaga. Dengan adanya revisi ini, diharapkan dapat tercipta mekanisme yang lebih terstruktur dan transparan dalam penempatan prajurit aktif di sektor sipil.

Meskipun revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat sistem pertahanan negara, proses pembahasannya sempat menuai kritik. Pembahasan yang dilakukan di Hotel Fairmont pada akhir pekan lalu menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan keterbukaan proses legislasi. Kritik ini menjadi catatan penting untuk perbaikan proses pembuatan undang-undang di masa mendatang, guna memastikan partisipasi publik dan akuntabilitas yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan, revisi UU TNI ini menunjukkan komitmen pemerintah dan DPR untuk memperkuat dan memodernisasi TNI. Perubahan-perubahan yang disahkan diharapkan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi TNI dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, proses legislasi ke depan perlu dikaji ulang agar lebih transparan dan akuntabel untuk menjaga kepercayaan publik.

Perubahan yang terdapat dalam Revisi UU TNI:

  • Penambahan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis” pada Pasal 3 ayat (2).
  • Penyesuaian nomenklatur dari Departemen Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan.
  • Penambahan usia dinas keprajuritan hingga 58 tahun untuk bintara dan tamtama, dan 60 tahun untuk perwira.
  • Kemungkinan perpanjangan masa kedinasan hingga 65 tahun untuk prajurit dengan jabatan fungsional.
  • Perubahan aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga.