Pertamina Terjerat Kasus Korupsi: Perbandingan Kinerja dan Aset dengan Petronas Menunjukkan Celah Signifikan

Pertamina Terjerat Kasus Korupsi: Perbandingan Kinerja dan Aset dengan Petronas Menunjukkan Celah Signifikan

Kasus korupsi yang menjerat empat petinggi anak usaha Pertamina dan tiga broker minyak swasta tengah menjadi sorotan publik. Empat tersangka dari Pertamina adalah Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional). Ketiganya terlibat dalam praktik ilegal pencampuran Pertalite menjadi Pertamax dan mark-up kontrak pengiriman minyak mentah, yang mengakibatkan kerugian negara. Tersangka lain yang terlibat adalah tiga broker, MKAR, DW, dan GRJ, yang diduga mendapat keuntungan dari praktek ilegal tersebut.

Kasus ini telah memicu perbandingan kinerja dan aset Pertamina dengan Petronas, perusahaan minyak milik pemerintah Malaysia. Meskipun Pertamina berdiri lebih dulu, sejak tahun 1957 (dulu bernama PT Perusahaan Minyak Nasional) dan mewarisi aset minyak dari masa kolonial Belanda, Petronas, yang didirikan pada tahun 1974, kini jauh melampaui Pertamina dalam skala dan jangkauan bisnis. Perbedaan kinerja ini menjadi sorotan, khususnya mengingat kejayaan Pertamina di masa booming minyak pada era Orde Baru, di mana produksi minyak Indonesia pernah mencapai 1,6 juta barel per hari. Namun, saat ini produksi minyak Indonesia hanya berkisar antara 500.000 hingga 700.000 barel per hari, menjadikan Indonesia sebagai importir minyak bersih.

Perbandingan Aset dan Pendapatan:

Data laporan keuangan menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua perusahaan. Berdasarkan Laporan Keuangan Interim Report Petronas per Desember 2023, total aset Petronas mencapai 773,31 miliar ringgit Malaysia (RM), atau sekitar Rp 2.844,72 triliun (dengan kurs RM 1 = Rp 3.678). Pendapatan Petronas pada tahun 2023 mencapai 305,755 miliar ringgit (Rp 1.124,77 triliun), dan EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) sebesar 128,59 miliar ringgit (Rp 473 triliun).

Sementara itu, Pertamina Financial Report 2023 menunjukkan total aset Pertamina per 31 Desember 2023 sebesar 91,123 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 1.497,84 triliun (dengan kurs 1 dollar AS = Rp 16.437). Pendapatan Pertamina pada tahun yang sama mencapai 75,78 miliar dollar AS (Rp 1.245,76 triliun), dan EBITDA sebesar 14,4 miliar dollar AS (Rp 236,7 triliun).

Analisis:

Perbandingan ini memperlihatkan disparitas yang signifikan antara aset, pendapatan, dan EBITDA Pertamina dan Petronas. Meskipun Pertamina memiliki sejarah panjang dan pernah menikmati masa kejayaan, Petronas telah berhasil melampaui Pertamina dalam hal kinerja keuangan dan skala bisnis. Kasus korupsi yang menimpa Pertamina semakin memperburuk citra dan kinerja perusahaan, menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap manajemen, tata kelola, dan strategi bisnis Pertamina untuk mengejar ketertinggalan dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.

Kesimpulan:

Kasus korupsi ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial bagi negara, tetapi juga mencoreng reputasi Pertamina dan menimbulkan pertanyaan serius tentang tata kelola perusahaan. Perbandingan dengan Petronas menyoroti perlunya reformasi internal di Pertamina untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi agar mampu bersaing dengan perusahaan minyak global lainnya.