Biaya Perpisahan SMA Negeri di Jakpus Capai Rp1,35 Juta per Siswa, Wali Murid Protes Keras
Biaya Perpisahan SMA Negeri di Jakpus Tuai Protes
Seorang wali murid di SMA Negeri wilayah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan kekecewaannya terhadap biaya perpisahan sekolah yang mencapai Rp 1,35 juta per siswa. Biaya tersebut dinilai sangat memberatkan dan menimbulkan kecurigaan adanya pungutan liar (pungli). Informasi mengenai biaya fantastis ini diterima wali murid tersebut melalui pesan WhatsApp dari koordinator kelas pada Minggu malam, 16 Maret 2025, berupa foto yang bertajuk “Kebutuhan Kegiatan, Support Orang Tua”.
Setelah meminta penjelasan lebih lanjut dan menerima Rencana Anggaran Biaya (RAB), wali murid tersebut semakin terkejut. RAB tersebut mencantumkan total biaya perpisahan mencapai Rp 183 juta, termasuk biaya hotel untuk acara yang dilangsungkan di luar lingkungan sekolah. Hal ini jelas bertentangan dengan larangan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait penyelenggaraan acara perpisahan di luar sekolah. Rincian biaya yang tertera dalam RAB juga dipertanyakan, antara lain biaya ‘kenangan untuk sekolah’ sebesar Rp 6 juta, ‘kenangan guru’ Rp 10,5 juta, dan ‘transportasi guru’ Rp 9 juta. Besarnya pos-pos biaya tersebut memicu pertanyaan mengenai transparansi dan alokasi dana yang digunakan.
Wali murid tersebut telah berupaya meminta klarifikasi dari pihak sekolah terkait izin pelaksanaan perpisahan di luar sekolah, termasuk meminta salinan surat keputusan dari Dinas Pendidikan. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Bahkan, ketika menghubungi ketua komite sekolah, wali murid tersebut belum mendapatkan tanggapan. Ketidakjelasan ini semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pengumpulan dana tersebut.
Selain biaya perpisahan yang kontroversial, wali murid juga mengeluhkan adanya biaya tambahan untuk ujian tertulis atau praktik. Terdapat dua pos biaya yang dianggap janggal, yaitu biaya ‘doa bersama’ sebesar Rp 5 juta dan biaya ujian selama tujuh hari yang mencapai Rp 21 juta. Besarnya biaya untuk kegiatan-kegiatan ini dinilai tidak masuk akal dan memberatkan para wali murid. Lebih lanjut, wali murid juga menyoroti praktik pengumpulan sumbangan atau sedekah yang rutin diminta setiap pengambilan rapor tanpa transparansi peruntukan dana tersebut.
Wali murid menegaskan bahwa keseluruhan praktik pengumpulan dana ini diduga kuat sebagai pungli karena tidak adanya surat edaran resmi dari sekolah maupun persetujuan dari Dinas Pendidikan. Ketidaktransparanan dan beban biaya yang tinggi ini menjadi penyebab utama protes dari wali murid tersebut, yang berharap adanya audit dan penyelidikan lebih lanjut mengenai pengelolaan dana sekolah.
Berikut poin-poin penting yang dipertanyakan wali murid:
- Biaya perpisahan Rp 1,35 juta per siswa (total Rp 183 juta)
- Pelaksanaan perpisahan di luar sekolah yang melanggar aturan Dinas Pendidikan.
- Rincian biaya yang tidak transparan, termasuk biaya kenangan sekolah, kenangan guru, dan transportasi guru.
- Biaya doa bersama Rp 5 juta dan biaya ujian tujuh hari Rp 21 juta.
- Pengumpulan sumbangan rutin tanpa kejelasan peruntukan.
- Ketidakmampuan mendapatkan klarifikasi dari pihak sekolah dan komite sekolah.
Kejadian ini menjadi sorotan tajam mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di sekolah negeri, dan menuntut pengawasan yang lebih ketat dari pihak berwenang agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Wali murid berharap adanya tindakan tegas dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk menindaklanjuti permasalahan ini dan memastikan agar tidak ada lagi praktik pungli di sekolah-sekolah negeri.