Muzani Tekankan Pentingnya Revisi RUU TNI yang Jelas dan Terukur untuk Hindari Kesalahpahaman Publik
Revisi RUU TNI: Muzani Dorong Kejelasan Aturan untuk Cegah Potensi Dwifungsi
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menekankan perlunya penyusunan revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang bersifat tegas dan terukur. Hal ini disampaikannya menyusul munculnya kekhawatiran publik terkait potensi kembalinya dwifungsi TNI dalam RUU tersebut. Muzani, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, menegaskan pentingnya formulasi aturan yang mampu meminimalisir potensi ambiguitas dan menghindari kesalahpahaman di kalangan masyarakat sipil. “Revisi RUU TNI harus disusun secara tegas dan terstruktur, sehingga tidak menimbulkan interpretasi ganda yang dapat meresahkan masyarakat,” ujar Muzani saat ditemui di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Ia menegaskan bahwa tujuan revisi RUU TNI bukanlah untuk mengembalikan dwifungsi TNI. Muzani memandang kritik dan penolakan terhadap RUU ini sebagai masukan berharga yang perlu dipertimbangkan oleh DPR. “Dalam konteks negara demokrasi, kritik dan masukan dari berbagai pihak merupakan hal yang wajar dan bahkan sangat dibutuhkan dalam proses legislasi,” tambahnya. Muzani menekankan pentingnya memperhatikan aspirasi publik dan mengadopsi pendekatan yang inklusif dalam penyusunan RUU ini.
Lebih lanjut, Muzani juga menyoroti perlunya penguatan posisi TNI dalam konteks kekinian. Ia berpendapat bahwa revisi RUU TNI merupakan langkah penting untuk menyesuaikan aturan hukum yang telah puluhan tahun berlaku dengan dinamika perkembangan zaman. “UU TNI yang sudah lama tidak direvisi memerlukan penyesuaian agar tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan keamanan nasional yang semakin kompleks,” jelasnya. Muzani menganggap wajar jika terdapat penempatan personel TNI dalam beberapa institusi tertentu, selama hal tersebut diatur secara jelas dan transparan dalam kerangka hukum yang baru.
“Penempatan personel TNI perlu diatur secara spesifik dan terukur dalam revisi RUU ini. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang,” tegas Muzani. Ia menambahkan bahwa perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan implementasi aturan tersebut sesuai dengan tujuannya.
RUU TNI yang tengah dibahas tersebut mencakup beberapa poin krusial, termasuk revisi terhadap Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Pasal 3 mengatur tentang kedudukan TNI, Pasal 53 membahas batas usia pensiun prajurit, sementara Pasal 47 berkaitan dengan penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil. Muzani menekankan pentingnya pembahasan yang mendalam dan komprehensif terhadap pasal-pasal tersebut untuk memastikan revisi RUU TNI menghasilkan aturan yang jelas, terukur, dan sejalan dengan kepentingan nasional.
Kesimpulannya, Muzani mendorong agar revisi RUU TNI dilakukan secara cermat dan transparan untuk menghindari potensi kesalahpahaman dan memastikan peran TNI tetap selaras dengan prinsip negara hukum dan demokrasi. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, sangatlah penting untuk mencapai tujuan tersebut.