Koalisi Sipil Tolak Revisi UU TNI: Ancaman Kembalinya Dwifungsi dan Pelemahan Profesionalisme Militer
Koalisi Sipil Tolak Revisi UU TNI: Ancaman Kembalinya Dwifungsi dan Pelemahan Profesionalisme Militer
Sejumlah organisasi masyarakat sipil tergabung dalam koalisi besar menyatakan penolakan keras terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Koalisi ini, yang beranggotakan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perempuan Mahardika, Imparsial, Human Rights Working Group (HRWG), Greenpeace Indonesia, Bijak Memilih, Kontras, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), LBH Pers, Transparency International Indonesia, Amnesty International Indonesia, dan Sentra Inisiatif, mengeluarkan petisi resmi yang menyatakan keprihatinan mendalam terhadap sejumlah pasal dalam revisi tersebut. Mereka berpendapat revisi UU TNI ini berpotensi besar untuk mengembalikan dwifungsi TNI dan melemahkan profesionalisme institusi militer.
Dalam aksi yang dilakukan di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (17/3/2025), perwakilan koalisi secara bergantian membacakan isi petisi. Mereka menekankan bahwa revisi UU TNI yang diajukan pemerintah tidak memiliki urgensi yang jelas dan justru berisiko menghambat transformasi TNI menjadi institusi yang lebih profesional dan modern. Salah satu poin penting yang dikritik adalah pasal-pasal yang dinilai memungkinkan perwira aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil. Hal ini dianggap sebagai ancaman serius terhadap prinsip pemisahan sipil dan militer, dan dapat mengaburkan peran serta fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.
"Terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme (dwifungsi TNI) di Indonesia," tegas Dosen UI Sulistyowati Irianto saat membacakan petisi. "Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer." Lebih lanjut, Koalisi Sipil menegaskan bahwa TNI dididik dan dilatih untuk menjalankan tugas pertahanan negara, bukan untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Mereka mendesak perwira aktif TNI yang saat ini menjabat posisi sipil di luar yang diizinkan UU TNI untuk segera mengundurkan diri atau pensiun dini.
Koalisi ini juga menyoroti pentingnya reformasi peradilan militer sebagai prioritas utama dibandingkan revisi UU TNI. Mereka berpendapat bahwa revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer jauh lebih urgen, mengingat kewajiban konstitusional untuk menegakkan prinsip kesamaan hukum bagi semua warga negara. Reformasi peradilan militer, menurut koalisi, merupakan mandat dari TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dengan demikian, revisi UU Peradilan Militer lebih selaras dengan upaya mewujudkan reformasi sektor keamanan yang lebih komprehensif dan berkeadilan.
Secara keseluruhan, petisi ini menyerukan kepada pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan kembali urgensi revisi UU TNI dan memprioritaskan reformasi peradilan militer. Koalisi sipil mendesak agar revisi UU TNI dihentikan dan fokus diarahkan pada agenda-agenda reformasi yang lebih mendesak dan berkeadilan, yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Daftar Organisasi yang Tergabung dalam Koalisi:
- YLBHI
- Perempuan Mahardika
- Imparsial
- Human Rights Working Group (HRWG)
- Greenpeace Indonesia
- Bijak Memilih
- Kontras
- Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak)
- LBH Pers
- Transparency International Indonesia
- Amnesty International Indonesia
- Sentra Inisiatif