Sinergi Antar Kementerian Percepat Penyelesaian RTRW dan RDTR untuk Mendukung Investasi

Sinergi Antar Kementerian Percepat Penyelesaian RTRW dan RDTR untuk Mendukung Investasi

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memimpin langkah strategis untuk mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) lintas kementerian/lembaga (K/L) pada Senin, 17 Maret 2025, di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Jakarta. Penandatanganan ini dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid, Menteri Transmigrasi M Iftitah S Suryanagara, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai, dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kehutanan Mahfudz. MoU ini merupakan bagian dari Rapat Koordinasi Penyelenggara Pemerintahan Daerah yang juga membahas sinergi tugas dan fungsi di bidang agraria/pertanahan, tata ruang, pemerintahan dalam negeri, kehutanan, transmigrasi, dan informasi geospasial, serta program pemeriksaan kesehatan gratis dan implementasi program 3 juta rumah.

Mendagri Tito Karnavian menekankan pentingnya penyelesaian RTRW dan RDTR bagi iklim investasi dan pembangunan nasional. Kejelasan tata ruang, menurutnya, merupakan kunci untuk menarik investasi dan menghindari hambatan birokrasi yang dapat menghambat pembangunan daerah. Beliau menyoroti masih adanya sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang belum menyelesaikan perda RTRW-nya. Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa dari 38 provinsi, 19 provinsi telah menyelesaikan perda RTRW, tujuh provinsi dalam proses peninjauan, empat provinsi menunggu persetujuan substansial, satu provinsi dalam evaluasi Kemendagri, tiga provinsi dalam proses penetapan, dan empat provinsi di Daerah Otonom Baru (DOB) belum memiliki perda RTRW. Kondisi serupa juga terjadi di tingkat kabupaten/kota, dengan masih adanya beberapa daerah yang belum menyelesaikan perda RTRW dan RDTR-nya. Mendagri juga menyoroti pentingnya revisi RTRW setiap lima tahun untuk menyesuaikan perubahan geologi, geografi, dan dinamika pembangunan.

MoU ini mencakup beberapa ruang lingkup penting, antara lain:

  • Percepatan pendaftaran tanah aset di areal penggunaan lain.
  • Pencegahan dan penanganan permasalahan agraria/pertanahan dan tata ruang.
  • Dukungan terhadap pelaksanaan program strategis nasional.
  • Penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
  • Percepatan penyelesaian rencana tata ruang.

Peran Badan Informasi Geospasial (BIG) juga mendapat sorotan khusus. Data geospasial yang akurat dari BIG menjadi dasar penyusunan tata ruang yang terintegrasi dan presisi. Kolaborasi antar kementerian ini diharapkan dapat menghasilkan tata ruang nasional yang lebih tertib, menciptakan kepastian hukum, dan mendukung investasi serta pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Kementerian Kehutanan juga diharapkan berkontribusi aktif dalam penyelesaian RTRW dan RDTR yang belum selesai di berbagai daerah. Penyelesaian RTRW dan RDTR yang terintegrasi dan akurat akan memberikan kepastian hukum bagi para investor dan memastikan pembangunan berjalan sesuai rencana dan berkelanjutan. Dengan demikian, MoU ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi percepatan pembangunan nasional yang lebih terarah dan terukur.

Melalui sinergi yang kuat antar kementerian ini, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan investasi yang kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Kejelasan dan kepastian tata ruang akan menjadi daya tarik bagi investor asing dan domestik, sekaligus mengurangi risiko dan hambatan dalam pelaksanaan proyek pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia.