Kasus Korupsi Timah: Vonis Gunawan Diperberat Menjadi 10 Tahun Penjara

Kasus Korupsi Timah: Vonis Gunawan Diperberat Menjadi 10 Tahun Penjara

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menjatuhkan vonis yang lebih berat terhadap Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP), MB Gunawan, dalam kasus korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Putusan tersebut meningkatkan hukuman Gunawan dari 5,5 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara, disertai denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan ini disampaikan pada Senin, 17 Maret 2025, membatalkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dijatuhkan pada 30 Desember 2024.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim PT DKI Jakarta menyatakan bahwa bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan cukup kuat untuk membuktikan keterlibatan Gunawan dalam skema korupsi yang merugikan keuangan negara secara signifikan. Meskipun Gunawan tidak diwajibkan membayar uang pengganti, hukuman penjara 10 tahun yang dijatuhkan mencerminkan beratnya pelanggaran yang dilakukan dan dampaknya terhadap perekonomian nasional. Vonis ini juga menunjukkan komitmen peradilan untuk menindak tegas pelaku korupsi, tanpa pandang bulu.

Putusan ini merupakan klimaks dari rangkaian proses hukum yang panjang. Sebelumnya, pada 30 Desember 2024, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara terhadap Gunawan, dengan denda yang sama. Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas putusan tersebut, menilai hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan mengingat besarnya kerugian negara. Banding tersebut akhirnya dikabulkan oleh PT DKI Jakarta, yang kemudian memperberat hukuman terhadap terdakwa.

Kasus korupsi ini berpusat pada kerjasama antara PT Timah (BUMN) dan sejumlah smelter swasta. Kerjasama tersebut ditengarai sarat dengan manipulasi harga dan ketidaktransparanan, yang menyebabkan kerugian negara mencapai angka fantastis Rp 300 triliun. Kerugian tersebut tidak hanya mencakup kerugian finansial, tetapi juga kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal yang dilakukan oleh smelter swasta dan perusahaan afiliasinya di wilayah IUP PT Timah Tbk. Pembiaran dari pihak PT Timah Tbk, Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung, dan manajemen PT Timah saat itu menjadi faktor yang memperparah situasi.

Kasus ini juga melibatkan beberapa terdakwa lain yang hukumannya juga telah diperberat oleh PT DKI Jakarta. Di antaranya, pengusaha Harvey Moeis yang hukumannya dinaikkan dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara, Helena Lim dari 5 tahun menjadi 10 tahun penjara, dan Tamron dari 8 tahun menjadi 18 tahun penjara. Deretan vonis yang diperberat ini menunjukkan bahwa PT DKI Jakarta serius dalam menjerat seluruh pihak yang terlibat dalam jaringan korupsi ini, memastikan keadilan ditegakkan dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya.

  • Kronologi Perkara:

    • 30 Desember 2024: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara terhadap MB Gunawan.
    • 17 Maret 2025: Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis menjadi 10 tahun penjara.
  • Terdakwa Lainnya:

    • Harvey Moeis: Vonis diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara.
    • Helena Lim: Vonis diperberat dari 5 tahun menjadi 10 tahun penjara.
    • Tamron: Vonis diperberat dari 8 tahun menjadi 18 tahun penjara.

Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam negara, serta perlunya penegakan hukum yang tegas untuk mencegah dan memberantas korupsi.