Revisi UU TNI: Akomodasi Peran Militer dalam Lembaga Sipil dan Perpanjangan Masa Dinas
Revisi UU TNI: Akomodasi Peran Militer dalam Lembaga Sipil dan Perpanjangan Masa Dinas
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Ace Hasan Syadzily, memberikan penjelasan terkait revisi Undang-Undang (UU) TNI yang tengah digodok. Ia menekankan bahwa revisi ini bertujuan utama untuk mengakomodasi kebutuhan sejumlah lembaga pemerintah yang selama ini melibatkan personel militer dalam posisi strategis. Penjelasan ini disampaikan untuk meredam kekhawatiran publik terkait potensi perluasan peran TNI di sektor sipil dan memastikan prinsip supremasi sipil tetap dijaga. Ace menegaskan bahwa penempatan personel militer di lembaga-lembaga sipil tersebut didasarkan pada kompetensi dan kebutuhan spesifik, bukan untuk mengurangi peran sipil dalam pemerintahan.
Menurutnya, beberapa lembaga kunci seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Counter Terrorism (BNPT), dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) membutuhkan keahlian dan pengalaman khusus yang dimiliki oleh personel militer. Kemampuan TNI dalam manajemen krisis, penanggulangan bencana, dan operasi keamanan menjadi faktor penting dalam penempatan tersebut. Ace mencontohkan peran jenderal bintang tiga di BNPB yang sebelumnya belum diatur dalam UU yang lama, sebagai salah satu alasan perlunya revisi. Ia menjelaskan bahwa peran TNI dalam penanggulangan bencana, misalnya, sangat krusial karena kecepatan dan efektivitas respon yang mereka miliki dalam memastikan keselamatan warga negara. Ketiadaan payung hukum yang jelas mengenai hal ini menjadi salah satu alasan utama dilakukannya revisi UU TNI.
Lebih lanjut, Ace menjelaskan bahwa revisi UU TNI tidak bertujuan untuk mengembalikan dwi fungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Ia memastikan bahwa prinsip supremasi sipil akan tetap menjadi landasan utama dalam penempatan personel TNI di lembaga pemerintahan. Revisi ini, menurutnya, lebih berfokus pada penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasi praktik yang sudah berjalan dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam penempatan personel TNI di berbagai instansi, termasuk Basarnas, Bakamla, dan BNN. Kejelasan regulasi ini dinilai penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dan menjaga keseimbangan antara peran militer dan sipil dalam pemerintahan.
Selain pengaturan penempatan personel militer, revisi UU TNI juga mencakup perubahan signifikan pada masa dinas keprajuritan. Usulan perubahan ini meliputi perpanjangan masa dinas bagi bintara dan tamtama hingga usia 58 tahun, dan hingga 60 tahun bagi perwira. Bahkan, terdapat kemungkinan perpanjangan hingga usia 65 tahun untuk prajurit yang menduduki jabatan fungsional. Perubahan ini diyakini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di tubuh TNI dan memastikan kontinuitas kepemimpinan dan keahlian di berbagai sektor. Perubahan masa dinas ini juga dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan peningkatan pengalaman dan keahlian khusus di lembaga-lembaga tertentu.
Kesimpulannya, revisi UU TNI ini bertujuan untuk memperjelas dan memperkuat kerangka hukum yang mengatur peran TNI, baik dalam menjaga pertahanan negara maupun dalam mendukung lembaga-lembaga sipil yang membutuhkan keahlian khusus. Proses revisi ini diharapkan dapat berjalan transparan dan akuntabel, serta selalu mengedepankan prinsip supremasi sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia.