Batasan Kewenangan dan Kemunculan Kembali Prostitusi di Gang Royal, Jakarta Barat

Batasan Kewenangan dan Kemunculan Kembali Prostitusi di Gang Royal, Jakarta Barat

Praktik prostitusi di Gang Royal, Jakarta Barat, kembali menjadi sorotan setelah beberapa kali penertiban oleh pihak berwenang. Lurah Pekojan, Syaiful Fuad, mengungkapkan keterbatasan kewenangan kelurahan dalam mengatasi permasalahan ini. Pihak kelurahan, menurutnya, hanya mampu melakukan imbauan kepada para pekerja seks komersial (PSK) untuk menghentikan aktivitas mereka di wilayah tersebut. Upaya imbauan yang telah dilakukan berulang kali, sayangnya, tidak membuahkan hasil jangka panjang, dan praktik prostitusi kembali muncul.

“Kelurahan hanya bisa mengimbau. Imbauan sudah sering disampaikan, namun aktivitas tersebut tetap muncul kembali,” ungkap Syaiful, Senin (17/3/2025). Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2023, upaya penertiban pernah dilakukan, namun hasilnya bersifat sementara. Bahkan, usulan pembangunan taman di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) di lokasi tersebut ditolak karena alasan keselamatan penumpang kereta api. Dua bulan setelah penolakan tersebut, praktik prostitusi kembali marak. “Lahan tersebut aset PT KAI. Usulan penanaman pohon pun ditolak karena kekhawatiran terhadap keselamatan,” tambahnya. Ketidakberdayaan Kelurahan Pekojan dalam mengatasi masalah ini semakin diperparah oleh status lahan yang menjadi lokasi praktik prostitusi tersebut.

Syaiful mengakui kebingungannya dalam menentukan langkah selanjutnya, mengingat keresahan warga yang terus berlanjut. “Warga bingung, dan kami pun tidak bisa serta-merta menggusur karena lahan tersebut merupakan aset PT KAI,” tegasnya. Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta, Satriadi Gunawan, memberikan pandangan berbeda. Ia menuturkan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab utama kembalinya praktik prostitusi di Gang Royal. Hal ini diperkuat dengan razia yang dilakukan Satpol PP Jakarta pada Selasa (11/3/2025) malam, yang berhasil mengamankan 14 wanita diduga PSK di dua lokasi berbeda: 11 di Jalan Gedong Panjang dan 3 di Jalan TB Angke Pesing.

Satriadi menambahkan, “Kebanyakan karena faktor ekonomi.” Kasus Gang Royal bukanlah hal baru. Pada September 2023, Satpol PP Jakarta telah menertibkan sekitar 150 bangunan liar yang diduga digunakan untuk praktik prostitusi di kawasan tersebut. Bangunan-bangunan tersebut, menurut Kepala Satpol PP Jakarta saat itu, Arifin, berdiri di atas lahan milik PT KAI dan digunakan sebagai tempat usaha ilegal berupa kafe yang menyediakan layanan perempuan malam. Para pemilik bangunan tidak mendapatkan relokasi karena ilegalitas usaha yang mereka jalankan.

Permasalahan di Gang Royal menyoroti kompleksitas penanganan praktik prostitusi perkotaan. Selain penegakan hukum, dibutuhkan solusi terintegrasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, BUMN seperti PT KAI, dan lembaga sosial untuk mengatasi akar permasalahan, seperti kemiskinan dan kurangnya kesempatan ekonomi bagi penduduk setempat. Langkah-langkah yang komprehensif dan berkelanjutan, bukan hanya penertiban sesaat, diperlukan untuk memberantas praktik prostitusi di Gang Royal dan mencegah kemunculannya kembali di masa mendatang. Koordinasi dan kolaborasi antar-instansi terkait menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi permasalahan ini.

Poin-poin penting: * Kemunculan kembali praktik prostitusi di Gang Royal setelah beberapa kali penertiban. * Keterbatasan kewenangan Kelurahan Pekojan dalam mengatasi masalah ini. * Penolakan usulan pembangunan taman di lahan PT KAI. * Faktor ekonomi sebagai penyebab utama kembalinya praktik prostitusi (menurut Satpol PP). * Razia Satpol PP yang mengamankan 14 wanita diduga PSK. * Penertiban bangunan liar di tahun 2023. * Kompleksitas permasalahan dan perlunya solusi terintegrasi.