Revisi UU TNI: Memperkuat Peran Militer dalam Keamanan Nasional di Era Modern
Revisi UU TNI: Memperkuat Peran Militer dalam Keamanan Nasional di Era Modern
Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tengah menjadi sorotan publik. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Ace Hasan Syadzily, memberikan pandangannya mengenai revisi tersebut, menekankan relevansi perubahan aturan untuk mengakomodasi peran TNI yang semakin kompleks dalam konteks keamanan nasional di era modern. Beliau menjelaskan bahwa keberadaan TNI dalam beberapa institusi negara, yang sebelumnya belum diatur secara eksplisit, perlu didefinisikan secara jelas untuk memastikan efektivitas kinerja dan respon terhadap berbagai ancaman. Peran TNI yang semakin penting dalam penanggulangan bencana alam, terorisme, dan keamanan siber menjadi alasan utama revisi ini.
Ace Hasan Syadzily memaparkan beberapa contoh lembaga negara yang membutuhkan peran aktif TNI. Ia menyebutkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan SAR Nasional (Basarnas), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Menurut beliau, kemampuan TNI dalam memberikan respons cepat dan efektif dalam situasi darurat, seperti bencana alam, membuat keterlibatan mereka di lembaga-lembaga tersebut menjadi krusial. Kehadiran perwira tinggi TNI di lembaga-lembaga tersebut, yang sebelumnya kurang terakomodasi dalam UU TNI yang lama, akan memperkuat koordinasi dan pengambilan keputusan dalam menghadapi berbagai ancaman.
Lebih lanjut, Syadzily menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperjelas peran TNI dalam konteks supremasi sipil. Ia menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak bertujuan untuk mengembalikan dwi fungsi ABRI seperti pada era Orde Baru. Penambahan peran TNI dalam beberapa lembaga negara, menurutnya, semata-mata untuk meningkatkan kapasitas dan efektivitas dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara. Ia memberikan contoh posisi perwira tinggi militer di BNPB, BNPT, dan BSSN yang perlu diakomodasi dengan lebih jelas dalam revisi UU ini. Kejelasan peran tersebut, diharapkan dapat meminimalisir ambiguitas dan mempercepat respon terhadap ancaman terorisme, keamanan siber, dan bencana alam.
Dalam konteks tantangan geopolitik dan teknologi yang berkembang pesat, termasuk isu keamanan siber, Syadzily juga menyinggung perlunya peningkatan kapasitas TNI di bidang siber. Lemhannas, sebelumnya, telah mengusulkan pembentukan matra siber sebagai bagian dari pertahanan negara. Meskipun pembentukan matra siber terpisah masih dipertimbangkan, Syadzily menekankan perlunya peningkatan kapasitas pasukan siber yang terintegrasi dalam masing-masing matra TNI untuk menghadapi ancaman di dunia maya. Ia mencontohkan Singapura yang telah memiliki angkatan siber tersendiri, menandakan pentingnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi terkini dalam konteks pertahanan negara.
Secara keseluruhan, revisi UU TNI ini dipandang sebagai upaya untuk menyesuaikan peran dan fungsi TNI dengan dinamika perkembangan keamanan nasional di era modern. Dengan memperjelas peran TNI dalam berbagai lembaga negara, revisi ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antar-lembaga dan meningkatkan efektivitas dalam menghadapi berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri, sambil tetap menjunjung tinggi prinsip supremasi sipil.