KPK Sita Aset Rp 1,5 Miliar Milik Eks Gubernur Bengkulu, Terkait Kasus Pemerasan dan Gratifikasi

KPK Sita Aset Eks Gubernur Bengkulu senilai Rp 1,5 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengintensifkan pengusutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Sebagai bagian dari rangkaian penyidikan, KPK telah berhasil menyita sebuah aset berupa rumah senilai Rp 1,5 miliar di Provinsi Yogyakarta. Penyitaan ini dilakukan setelah tim penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah saksi kunci. Pemeriksaan tersebut melibatkan Staf Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, notaris/PPAT Swandari Handayani, dan wiraswasta Naidatin Nida di Polresta Sleman, Yogyakarta pada Senin, 17 Maret 2025.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa penyitaan rumah tersebut didasarkan pada dugaan kuat bahwa aset tersebut dibeli oleh tersangka Rohidin Mersyah menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pemerasan dan penerimaan gratifikasi selama menjabat sebagai Gubernur Bengkulu. Penyidik KPK tengah menelusuri jejak aliran dana untuk memastikan asal usul harta kekayaan tersebut. Proses penyitaan ini merupakan langkah penting dalam mengungkap dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk memperkuat konstruksi perkara.

Perkembangan Kasus dan Tersangka Lainnya

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November 2024. Selain menyita aset berupa rumah senilai Rp 1,5 miliar, KPK juga berhasil mengamankan uang tunai sebesar Rp 7 miliar. Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM), Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF), dan Ajudan Gubernur, Evriansyah (E) alias Anca. Ketiga tersangka saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK.

Rohidin Mersyah sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu, 24 November 2024. Ia dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 55 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dan penerimaan gratifikasi. Proses hukum terhadap ketiga tersangka masih terus berlanjut, dan KPK berkomitmen untuk mengungkap seluruh rangkaian tindak pidana korupsi yang terjadi dan membawa para pelaku ke meja hijau.

Langkah-langkah KPK ke Depan

KPK menegaskan komitmennya untuk terus mengusut tuntas kasus ini. Penyidik akan terus mendalami seluruh aliran dana terkait aset yang disita, termasuk melakukan tracing aset dan pemanggilan saksi-saksi lain yang dianggap perlu. Lembaga antirasuah ini juga akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus tersebut. KPK berharap proses hukum yang berjalan transparan ini dapat memberikan efek jera bagi para koruptor dan mengembalikan kerugian negara.

Proses hukum yang sedang berjalan ini menjadi bukti keseriusan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. Upaya penyitaan aset yang dilakukan merupakan bagian dari strategi untuk mengembalikan kerugian negara dan memastikan keadilan ditegakkan. Publik pun diajak untuk terus mengawal proses hukum yang sedang berlangsung dan memberikan informasi yang relevan jika mengetahui adanya tindak pidana korupsi lainnya.