Revisi UU TNI: Gubernur Lemhannas Jelaskan Pentingnya Peran Militer di Lembaga Sipil

Revisi UU TNI: Peran TNI di Lembaga Sipil Demi Ketahanan Nasional

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Ace Hasan Syadzily, baru-baru ini memberikan penjelasan terkait wacana revisi Undang-Undang TNI yang tengah menjadi perbincangan publik. Ia menekankan pentingnya perluasan peran perwira TNI aktif di beberapa lembaga pemerintahan sipil, guna memperkuat ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai tantangan. Pernyataan ini disampaikannya saat ditemui di Balai Kota Jakarta pada Senin (17/3/2025). Ace Hasan Syadzily menegaskan bahwa langkah ini bukan upaya untuk mengembalikan dwifungsi ABRI, melainkan semata-mata untuk mengakomodasi kebutuhan nyata beberapa instansi yang memerlukan keahlian dan kompetensi khusus yang dimiliki oleh TNI.

Lembaga-lembaga yang dimaksud, menurutnya, antara lain Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ketiga lembaga ini, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, seringkali menghadapi situasi darurat yang membutuhkan penanganan cepat dan tepat, seperti bencana alam, serangan siber, dan aksi terorisme. Keahlian dan pengalaman yang dimiliki oleh perwira TNI, khususnya dalam hal strategi, manajemen krisis, dan pengamanan, dinilai sangat krusial dalam konteks penanggulangan situasi-situasi tersebut. Ketiadaan payung hukum yang jelas untuk mengatur keterlibatan TNI di lembaga-lembaga tersebut, menurut Ace Hasan Syadzily, menjadi salah satu alasan utama perlunya revisi UU TNI.

"Ada beberapa jabatan yang perlu perluasan pengaturan dalam UU TNI. Contohnya, posisi di BNPB yang idealnya diisi oleh perwira tinggi TNI, seperti jenderal bintang tiga. Hal ini belum diatur dalam UU yang lama. Begitu pula dengan BSSN dan BNPT. Revisi UU ini penting untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut," jelasnya. Ace Hasan Syadzily menekankan bahwa revisi UU TNI ini tidak akan mengabaikan prinsip supremasi sipil. Ia menegaskan bahwa peran TNI tetap difokuskan pada pertahanan negara, sedangkan Polri bertanggung jawab pada aspek keamanan dan ketertiban masyarakat. Perluasan peran TNI dalam beberapa lembaga sipil ini, menurutnya, lebih merupakan bentuk sinergi dan kolaborasi antarinstansi untuk menghadapi tantangan keamanan dan bencana secara lebih efektif dan efisien.

Ia menambahkan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperjelas kerangka hukum yang mengatur keterlibatan TNI dalam situasi darurat dan penanggulangan bencana, sehingga tidak menimbulkan ambiguitas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Peran TNI dalam lembaga-lembaga tersebut, kata Ace, lebih bersifat penunjang dan dukungan teknis, bukan pengambil keputusan utama. Keputusan-keputusan strategis tetap berada di tangan pimpinan sipil masing-masing lembaga. Dengan demikian, revisi UU TNI ini diharapkan dapat memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara secara komprehensif, tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas juga menjelaskan bahwa pengaturan yang lebih jelas mengenai peran TNI di lembaga sipil ini akan meningkatkan koordinasi dan kerja sama antarinstansi dalam menghadapi berbagai ancaman dan tantangan, sehingga respon terhadap bencana atau ancaman keamanan dapat dilakukan secara lebih terintegrasi dan efektif. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun sistem ketahanan nasional yang kuat dan tangguh.

Berikut poin penting yang disampaikan Gubernur Lemhannas terkait Revisi UU TNI:

  • Perlunya perluasan peran TNI di lembaga sipil seperti BNPB, BSSN, dan BNPT untuk menghadapi situasi darurat.
  • Revisi UU TNI bertujuan mengakomodasi kebutuhan tersebut tanpa mengabaikan supremasi sipil.
  • Peran TNI tetap berfokus pada pertahanan negara, sedangkan Polri bertanggung jawab pada keamanan.
  • Kolaborasi antarinstansi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penanggulangan bencana dan ancaman.
  • Pentingnya kerangka hukum yang jelas untuk mengatur keterlibatan TNI dalam situasi darurat.