Kontroversi Voucer Guncang Popularitas Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba
Kontroversi Voucer Guncang Popularitas Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba
Popularitas Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengalami penurunan signifikan menyusul kontroversi pemberian voucer kepada anggota parlemen baru Partai Demokrat Liberal (LDP). Hasil jajak pendapat terbaru dari dua media terkemuka Jepang, Asahi Shimbun dan Yomiuri Shimbun, yang dirilis pada Senin, 17 Maret 2025, menunjukkan penurunan drastis tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahannya. Asahi Shimbun mencatat hanya 26 persen responden yang puas, turun dari 40 persen pada Februari lalu. Angka yang serupa ditunjukkan oleh Yomiuri Shimbun, dengan 31 persen responden menyatakan kepuasan, menurun dari 39 persen bulan sebelumnya. Penurunan ini merupakan yang terendah sejak Ishiba menjabat pada Oktober tahun lalu, menunjukkan dampak signifikan skandal voucer terhadap citra pemerintahannya.
Kontroversi bermula dari pengungkapan pembagian voucer senilai 100.000 yen (sekitar Rp 11 juta) kepada 15 anggota parlemen baru LDP. Meskipun Ishiba mengklaim tindakan tersebut legal dan bukan bentuk suap politik, penjelasannya mendapat kecaman publik yang meluas. Ia telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka pada Jumat lalu dan kembali menegaskan permohonan maaf pada Senin, mengakui adanya kesalahpahaman antara publik dan tindakannya. Ishiba menekankan bahwa voucer tersebut dibeli dengan dana pribadinya sebagai penghargaan kepada keluarga para anggota parlemen baru pasca pemilu tahun lalu, bukan sebagai bentuk suap politik. Namun, penjelasan tersebut tampaknya belum cukup meredakan kemarahan publik.
Kedua jajak pendapat tersebut menunjukkan penolakan publik yang kuat terhadap tindakan Ishiba. Survei Asahi Shimbun mengungkapkan 75 persen responden menilai distribusi voucer tersebut bermasalah, sementara Yomiuri Shimbun mencatat angka yang hampir sama, yaitu 75 persen. Lebih lanjut, survei Asahi Shimbun menunjukkan 32 persen responden menginginkan pengunduran diri Ishiba dari jabatannya. Situasi ini memicu spekulasi di internal LDP mengenai kemungkinan langkah politik selanjutnya, terutama menjelang pemilihan majelis tinggi parlemen pada Juli mendatang. Media Jepang melaporkan bahwa penurunan tingkat kepuasan yang drastis ini dapat memicu desakan internal partai agar Ishiba mundur.
Skandal ini menambah daftar panjang kontroversi yang menimpa LDP dalam beberapa tahun terakhir. Partai yang hampir tak tergoyahkan sejak tahun 1955 ini telah beberapa kali diterpa skandal besar, termasuk kasus suap yang memaksa pendahulu Ishiba untuk mengundurkan diri. Kondisi ini semakin mempertanyakan kredibilitas dan integritas partai yang selama ini mendominasi politik Jepang. Ke depannya, respon publik dan langkah-langkah yang diambil oleh LDP dan Ishiba sendiri akan menjadi penentu arah politik Jepang dalam beberapa bulan mendatang.
Berikut poin-poin penting dari berita ini:
- Penurunan drastis tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Shigeru Ishiba.
- Kontroversi pembagian voucer senilai 100.000 yen kepada anggota parlemen baru LDP.
- Permintaan maaf Ishiba yang dinilai kurang memuaskan publik.
- Tingkat dukungan publik yang rendah terhadap tindakan pemberian voucer tersebut.
- Desakan mundur terhadap Ishiba yang semakin meningkat.
- Ancaman terhadap LDP jelang pemilihan majelis tinggi parlemen.
- Sejarah skandal yang kerap melanda LDP.