Banjir Puncak Picu Evaluasi Komprehensif Tempat Wisata: Gubernur Jabar Tindak Tegas
Banjir Puncak Picu Evaluasi Komprehensif Tempat Wisata: Gubernur Jabar Tindak Tegas
Banjir bandang yang menerjang kawasan Puncak, Bogor pada Minggu (2/3/2025) lalu, telah mendorong Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk mengambil langkah tegas. Gubernur berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh tempat wisata di Puncak, termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat, PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita). Keputusan ini diambil menyusul insiden kerusakan infrastruktur wisata yang diduga turut memperparah dampak banjir. Dedi Mulyadi menuturkan bahwa salah satu bangunan wisata, yang diinformasikan sebagai bagian dari proyek Jaswita, mengalami kerusakan dan runtuh hingga menyumbat aliran sungai, sehingga memperburuk luapan air dan banjir yang terjadi.
Evaluasi yang akan dilakukan pada Kamis (6/3/2025) mendatang ini, akan melibatkan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. Inspeksi bersama ini bertujuan untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam mengatasi permasalahan tersebut. Gubernur Dedi menekankan perlunya peninjauan terhadap dampak lingkungan dari pengembangan tempat wisata di Puncak. Ia menyatakan bahwa pembangunan yang mengabaikan daya resap air telah berkontribusi pada bencana alam yang terjadi. "Keselamatan warga harus diutamakan di atas segalanya," tegas Dedi. Evaluasi ini bahkan berpotensi berujung pada pencabutan izin usaha bagi tempat wisata yang dinilai tidak memenuhi standar keselamatan dan kelestarian lingkungan.
Bencana banjir bandang di Puncak telah menimbulkan kerugian yang signifikan. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), di Kota Bogor, banjir merendam delapan desa di tiga kecamatan, mengakibatkan delapan rumah terendam. Sementara di Kabupaten Bogor, dampak lebih besar dirasakan dengan 13 desa di tujuh kecamatan terendam banjir dan 13 desa di delapan kecamatan mengalami longsor. Total, 257 rumah terendam banjir di Kabupaten Bogor, berdampak pada 260 Kepala Keluarga (KK) dan 988 jiwa. Dua KK dan delapan jiwa terpaksa mengungsi, sementara satu korban dilaporkan hilang. Kejadian ini menjadi pengingat akan pentingnya perencanaan tata ruang yang terintegrasi dan memperhatikan aspek lingkungan.
Proyek pembangunan tempat wisata di Puncak, khususnya yang dikelola oleh Jaswita, sebelumnya telah menuai kontroversi. Pembangunan wahana-wahana wisata, termasuk bianglala, diduga telah menyebabkan penggundulan lahan yang dulunya merupakan kebun teh. Proyek tersebut juga diduga melanggar beberapa aturan, termasuk Peraturan Presiden (Perpres) No. 60 Tahun 2020 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur. Evaluasi ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola pembangunan wisata di Puncak dan mencegah terulangnya bencana serupa di masa mendatang. Gubernur menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha wisata, dan masyarakat dalam menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil pasca evaluasi meliputi:
- Peninjauan izin usaha tempat wisata yang bermasalah.
- Pembentukan standar operasional prosedur (SOP) yang lebih ketat untuk pembangunan wisata di Puncak.
- Sosialisasi dan edukasi kepada para pelaku usaha wisata tentang pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
- Peningkatan kapasitas BPBD dalam mitigasi bencana alam.
- Kerjasama antar instansi pemerintah dalam pengawasan dan penataan ruang.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berkomitmen untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat, terutama di daerah rawan bencana seperti Puncak. Evaluasi komprehensif ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan komitmen tersebut.