Mantan Kapolres Ngada Ajukan Banding Atas Putusan Pemberhentian Tidak Hormat
Mantan Kapolres Ngada Ajukan Banding Atas Putusan Pemberhentian Tidak Hormat
AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur, resmi mengajukan banding atas putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dijatuhkan Divisi Propam Polri. Putusan tersebut merupakan konsekuensi dari pelanggaran etik berat yang dilakukannya, meliputi pencabulan anak di bawah umur, perzinaan, penyalahgunaan narkoba, dan penyebaran konten pornografi anak. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam konferensi pers Senin, 17 Maret 2025, mengkonfirmasi pengajuan banding tersebut, menegaskan bahwa langkah ini merupakan hak yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Setelah pengajuan banding, Fajar diberikan waktu untuk menyiapkan memori banding yang kemudian akan diserahkan kepada Divisi Propam untuk proses administrasi lebih lanjut.
Proses banding selanjutnya akan melibatkan pembentukan komisi banding oleh sekretariat Divpropam. Sidang banding akan dilaksanakan tanpa kehadiran Fajar, sebagaimana disampaikan oleh Karowabprof Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto. Pengajuan banding ini menjadi babak baru dalam kasus yang telah mengemuka sejak penangkapan Fajar oleh Tim Divpropam Mabes Polri pada 20 Februari 2025. Penangkapan tersebut bermula dari laporan otoritas Australia yang mendeteksi video konten eksploitasi seksual anak di bawah umur di sebuah situs pornografi yang dikaitkan dengan Fajar.
Investigasi lebih lanjut yang dilakukan oleh Polri dan Polda NTT mengungkap serangkaian pelanggaran berat yang dilakukan Fajar selama menjabat sebagai Kapolres Ngada. Bukti-bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa Fajar telah melakukan pencabulan terhadap empat korban, tiga di antaranya anak di bawah umur berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta satu korban dewasa berusia 20 tahun. Selain itu, tes urine menunjukkan Fajar positif mengonsumsi narkoba. Fajar juga terbukti melakukan perzinaan dan menyebarkan konten pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Divisi Propam Polri, dalam konferensi persnya, menjelaskan secara rinci temuan pelanggaran etik Fajar, namun identitas korban dan pihak-pihak yang terlibat dalam perzinaan tidak diungkapkan untuk menjaga privasi.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum dan kode etik di internal kepolisian. Proses banding yang diajukan Fajar menunjukkan bahwa sistem hukum memberikan ruang bagi yang bersangkutan untuk mengajukan pembelaan. Namun, bobot pelanggaran etik yang dilakukan Fajar, yang melibatkan pencabulan anak, penyalahgunaan narkoba, dan penyebaran konten pornografi anak, merupakan kejahatan serius yang patut mendapat hukuman setimpal. Publik kini menunggu kelanjutan proses banding dan berharap keadilan akan ditegakkan dalam kasus ini.
Berikut poin-poin penting dari pelanggaran etik yang dilakukan AKBP Fajar:
- Pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur (berusia 6, 13, dan 16 tahun) dan satu orang dewasa (20 tahun).
- Persetubuhan anak di bawah umur.
- Perzinaan di luar ikatan pernikahan.
- Penyalahgunaan narkoba (terbukti positif dalam tes urine).
- Merekam, menyimpan, memposting, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi bahaya yang mengintai anak-anak, dan menekankan pentingnya pengawasan dan perlindungan bagi mereka. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan memberikan keadilan bagi para korban dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa di masa mendatang.