Gugatan Guru Besar Unhan terhadap UU TNI Dinyatakan Belum Lengkap oleh Mahkamah Konstitusi
Gugatan UU TNI oleh Guru Besar Unhan Ditolak MK Karena Kekurangan Berkas
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 17 Maret 2025, menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diajukan oleh Profesor Mhd Halkis, Guru Besar Filsafat Universitas Pertahanan (Unhan) RI. Penolakan ini bukan karena substansi gugatan, melainkan karena ketidaklengkapan berkas permohonan yang diajukan. Hal ini tertuang dalam Surat Akta Pengajuan Permohonan Nomor 38/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Panitera MK, Wiryanto.
Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021, berkas permohonan yang diajukan melalui sistem elektronik (e-BP3) telah diperiksa dan dinyatakan belum lengkap. MK memberikan kesempatan kepada Profesor Halkis untuk melengkapi berkas tersebut. Sesuai dengan Pasal 17 Ayat (4) PMK Nomor 2 Tahun 2021, pemohon diberikan waktu tujuh hari kerja sejak diterbitkannya Akta Pemberitahuan Kekuranglengkapan Berkas Permohonan (APKBP) untuk memperbaiki dan melengkapi kekurangan tersebut. Akta APKBP sendiri akan diterbitkan paling lama dua hari kerja setelah diterbitkannya akta pengajuan permohonan.
Pokok Permasalahan Gugatan
Gugatan uji materi UU TNI yang diajukan Profesor Halkis didasari oleh keyakinan bahwa beberapa pasal dalam UU tersebut bertentangan dengan konstitusi dan membatasi hak-hak prajurit TNI. Profesor Halkis, yang juga merupakan perwira aktif, berfokus pada Pasal 2 huruf d UU TNI yang mendefinisikan tentara profesional. Ia berargumen bahwa definisi tersebut menggunakan pendekatan negatif, hanya menjabarkan apa yang tidak boleh dilakukan oleh prajurit profesional, seperti berpolitik praktis dan berbisnis, tanpa menjelaskan secara positif apa arti profesionalisme militer. Hal ini, menurutnya, menyebabkan kesalahpahaman dan interpretasi yang sempit.
Halkis menekankan perlunya definisi tentara profesional yang lebih komprehensif, yang menekankan netralitas, kompetensi, serta hak-hak ekonomi dan jabatan publik bagi prajurit. Ia berpendapat bahwa definisi yang ada dalam UU TNI mengekang hak-hak tersebut, sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan UUD 1945. Meskipun gugatannya ditolak sementara karena alasan administrasi, inti argumen Halkis tetap menjadi fokus utama, menunggu perbaikan dan penyelesaian administrasi gugatannya.
Proses Hukum Selanjutnya
Setelah menerima pemberitahuan mengenai ketidaklengkapan berkas, Profesor Halkis dan tim kuasa hukumnya memiliki waktu tujuh hari kerja untuk melengkapi berkas permohonan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah selanjutnya akan bergantung pada penyelesaian administrasi tersebut. Jika berkas dinyatakan lengkap, maka gugatan akan memasuki tahapan selanjutnya dalam proses hukum di Mahkamah Konstitusi. Proses ini akan menentukan apakah argumen Profesor Halkis mengenai ketidaksesuaian UU TNI dengan UUD 1945 akan dipertimbangkan lebih lanjut oleh MK.
Proses ini menandakan pentingnya ketelitian dalam mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, mengingat persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. Ke depan, diharapkan Profesor Halkis dapat melengkapi berkas gugatannya dan MK dapat menelaah substansi gugatan tersebut secara saksama.