Eks Kapolres Ngada Dipecat Tidak Hormat Usai Terbukti Cabuli Anak dan Konsumsi Narkoba

Eks Kapolres Ngada Dipecat Tidak Hormat Usai Terbukti Cabuli Anak dan Konsumsi Narkoba

Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) telah menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap AKBP Fajar Widyadharma Lukman, mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur. Putusan tersebut dibacakan pada Senin, 17 Maret 2025, setelah terbukti melakukan sejumlah pelanggaran berat, termasuk pencabulan terhadap anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Sidang yang dipimpin oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri ini menghadirkan sejumlah saksi, baik secara langsung maupun virtual, guna mengungkap seluruh rangkaian perbuatan tercela yang dilakukan Fajar.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa istri Fajar, saudari ADP, turut hadir sebagai saksi dalam persidangan. Selain itu, persidangan juga menghadirkan ahli psikologi dan ahli laboratorium forensik yang memberikan kesaksian terkait hasil tes urine Fajar yang menunjukkan positif mengonsumsi narkoba. Kehadiran ahli-ahli tersebut bertujuan untuk memperkuat bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan. Selain saksi yang hadir langsung, lima saksi lainnya memberikan kesaksian secara virtual. Para saksi virtual ini meliputi seorang ahli kesehatan jiwa dari pihak kepolisian, serta sejumlah saksi lainnya yang identitasnya dirahasiakan untuk melindungi kepentingan penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut. Identitas dan peran para saksi virtual tersebut tidak diungkap secara detail oleh pihak kepolisian untuk menjaga integritas proses hukum.

Hasil investigasi KKEP menemukan fakta bahwa Fajar terbukti melakukan berbagai tindakan melanggar kode etik, termasuk perzinaan di luar ikatan pernikahan yang sah, penyalahgunaan narkoba, dan yang paling menghebohkan, pencabulan terhadap beberapa anak di bawah umur. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Brigjen Pol Trunoyudo, Fajar telah melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, dengan usia korban masing-masing enam, tiga belas, dan enam belas tahun. Selain itu, satu orang dewasa berusia dua puluh tahun juga menjadi korban perbuatan bejat Fajar. Lebih lanjut, Fajar juga terbukti merekam, menyimpan, memposting, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual tersebut. Perbuatan Fajar ini merupakan tindakan yang sangat tercela dan mencoreng citra institusi Kepolisian Republik Indonesia.

Atas berbagai pelanggaran berat tersebut, majelis hakim KKEP memutuskan untuk memberhentikan Fajar dari jabatannya sebagai anggota Polri secara tidak hormat. Meskipun demikian, Fajar menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Penangkapan Fajar sendiri bermula dari laporan otoritas Australia yang mendeteksi video tidak senonoh yang melibatkan anak di bawah umur di sebuah situs porno. Video tersebut kemudian ditelusuri dan akhirnya mengarah kepada Fajar. Sebelumnya, Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencabulan anak di bawah umur dan kasus ini terus diselidiki oleh pihak kepolisian setempat. Berbagai tindakan Fajar menunjukkan pelanggaran disiplin yang sangat berat dan tidak dapat ditolerir.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan pentingnya penegakan hukum dan kode etik yang tegas terhadap seluruh anggota Polri. Proses hukum yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang. Publik menantikan proses hukum selanjutnya dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan sepenuhnya dalam kasus ini. Kejadian ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak dan pencegahan kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur.