Pengaduan Wali Murid Soal Biaya Fantastis di SMAN Jakarta Pusat: Perpisahan di Hotel dan Pungutan Ujian
Pengaduan Wali Murid Soal Biaya Fantastis di SMAN Jakarta Pusat: Perpisahan di Hotel dan Pungutan Ujian
Seorang wali murid di sebuah SMA Negeri di Jakarta Pusat, yang identitasnya dirahasiakan dan disebut sebagai Ayu, menyampaikan keluhan terkait biaya yang dianggap fantastis untuk berbagai kegiatan sekolah, termasuk perpisahan di sebuah hotel. Keluhan ini disampaikan setelah Ayu menerima foto rincian biaya melalui pesan WhatsApp dari koordinator kelas anaknya. Foto tersebut berisi daftar biaya yang dibebankan kepada wali murid kelas XII, memicu reaksi terkejut dan pertanyaan mendalam tentang transparansi dan legalitas pengeluaran tersebut.
Rincian biaya yang tertera dalam foto tersebut menunjukkan angka yang sangat besar. Biaya doa bersama tercatat sebesar Rp 5.000.000, sementara biaya ujian tulis dan praktik mencapai angka Rp 21.000.000. Rincian biaya ujian ini dihitung berdasarkan durasi ujian tujuh hari, dengan biaya Rp 60.000 per hari dikali 50 guru yang terlibat. Yang lebih mengejutkan lagi, biaya perpisahan di sebuah hotel mencapai Rp 183.000.000. Selain itu, terdapat biaya lain yang cukup signifikan, antara lain: biaya kenangan untuk sekolah (Rp 6.000.000), kenangan guru (Rp 10.500.000), transportasi guru (Rp 9.000.000), dan pembuatan buku tahunan sekolah (BTS) senilai Rp 75.000.000.
Daftar Rincian Biaya Lengkap:
- Biaya Doa Bersama: Rp 5.000.000
- Biaya Ujian Tulis dan Praktik: Rp 21.000.000
- Biaya Perpisahan di Hotel: Rp 183.000.000
- Biaya Kenangan Sekolah: Rp 6.000.000
- Biaya Kenangan Guru: Rp 10.500.000
- Biaya Transportasi Guru: Rp 9.000.000
- Biaya Buku Tahunan Sekolah (BTS): Rp 75.000.000
- Biaya Lain-lain (Suvenir, Medali, Transportasi Siswa, Parsel, Pengisi Acara, dll): Rp 35.500.000
Total keseluruhan biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 284.500.000, yang jika dibagi 216 siswa, maka setiap siswa harus menanggung biaya sekitar Rp 1.350.000. Ayu mempertanyakan transparansi dan legalitas biaya-biaya ini, terutama mengingat larangan dari dinas pendidikan terkait perpisahan di luar lingkungan sekolah. Ia juga menambahkan bahwa sekolah adik kembar anaknya yang berada di SMA negeri lain di Jakarta Pusat, sama sekali tidak memberlakukan biaya perpisahan dan mematuhi larangan tersebut. Perbedaan kebijakan ini semakin memperkuat kecurigaan Ayu terhadap adanya potensi pungutan liar (pungli) di sekolah tersebut. Sampai saat ini, upaya Ayu untuk mendapatkan klarifikasi dari pihak sekolah dan komite belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Ketidakjelasan sumber dana dan mekanisme pengumpulan dana ini menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Ketiadaan surat edaran resmi dari sekolah maupun dinas pendidikan terkait besaran biaya yang dibebankan semakin memperkuat dugaan adanya praktik pungli. Kasus ini pun menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pengeluaran dana di sekolah negeri dan pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan sekolah agar tidak memberatkan wali murid.